Jumat, 29 Oktober 2010
Download klik kanan save as
(jilid01)(jilid02)(jilid03)(jilid04/A>)(jilid05)(jilid06)
POHON KRAMAT.
KARYA KHU LUNG
JILID 5 by aaa
TAN CIU berada di dalam keadaan jalan yang sudah buntu. Jiwa Co Yong sangat membutuhkan obat Seng hiat-hun tan, bagaimana bila Sim In kukuh tidak memberikan obat? Haruskah ia menggunakan kekerasan?
Tan Kiam Pek turut ikut campur, katanya.
"Sim kaucu, berilah sebutir obat itu. Ia sangat membutuhkan pertolonganmu."
"Dengan dalih aturan siapa harus memberikan obat kepadanya?" Sim In mengeluarkan suara dingin.
"Aku telah memberitahukan penyamaran Tan Kiam Lam, Kau wajib memberi upah jasa bukan?"
"Tidak!".
Wajah Tan Kiam Pek yang kaku itu agak beringas.
"Sim In," ia memanggil langsung. "Kau tidak bersedia mendengar saranku?"
"Aku mengatakan lebih dari satu kali, bukan?" Ternyata ketua Ang mo kauw inipun seorang kepala batu.
"Kau ingin merasakan tangan besiku!" Tan Kiam Pek bergeser lebih dekat.
"Kau ingin bertempur?"
"Bila kau telah kukuh diri"
"Baiklah. Apa boleh buat. Aku harus melayani segala tantangan yang datangnya dari luar perkumpulan Ang mo kauw."
Sim In memandang para tongcu perkumpulannya, Ciauw Lam mengajak dua kawannya maju kedepan, mereka siap menjalankan tugas yang akan jatuh pada diri mereka.
Ular Golis mengambil arah lain, ia masuk ke dalam ruangan dalam.
Tan Ciu dan Su Hay Khek tidak diam, mereka turut maju pula. Didalam ruangan itu terjadi ketegangan yang memuncak.
Tangan Tan Kiam Pek terayun, memukul Sim In yang keras kepala.
Ciauw Lam dan dua kawanannya tidak membiarkan kauwcu mereka yang dihina, merekapun maju memberi bantuan.
Tetapi Tan Ciu dan Su Hay Khek tidak berpeluk tangan, tiga orang perkumpulan Iblis merah ini ditahan olehnya.
Dua lawan tiga.
Pertempuran berjalan dengan hebat.
Disana Sim In bukanlah tandingan Tan Kiam Pek, sebentar saja ketua Iblis merah itu telah mandi keringat.
Suatu saat Tan Kiam Pek menggeram tangannya terayun cepat. Maka tubuh sang lawan berhasil dipukul jatuh. Sim In merayap bangun, bibirnya berdarah, Tan Kiam Pek membentak. "Bersediakah kau menyerahkan obat itu?"
"Tidak." Sim In mempertahankan gengsinya.
"Sim In, kau harus pandai melihat gelagat. Bukan waktunya untuk main kepala batu." Berkata Tan Kiam Pek yang menguarkan ancaman. "Lebih baik kau menyerahkan barang yang kuminta."
"Tidak.!"
"Ingin mati?"
Tan Kiam Pek marah beuar, tubuhnya bergerak.
Sim In menjauhkan diri dari kejaran sastrawan kaku itu!
Gerakan Tan Kiam Pek sungguh gesit, ia telan berada dibelakang orang, tangannya di ulurkan dan berhasil mencengkeram leher baju ketua Ang mo kauw.
Sim In mengirim satu pukulan balikan.
Tan Kiam Pek menangkap tangan itu, kemudian menotok jalan darahnya, maka betul betul Sim In tidak berdaya.
Dengan menenteng tubuh Sim In yang telah berhasil ditaklukkan, Tan Kiam Pek memandang jalan pertempuran diantara Tan Ciu. Su Hay Khek melawan Ciauw Lam beserta dua kawannya.
Su Hay Khek memukul berulang kali, di-bawah bantuan Tan Ciu yang mengisi segala kekosongan dirinya, orang tua aneh itu berhasil melukai seorang tongcu Ang mo kauw.
Tan Kiam Pek segera mengeluarkan teriakan.
"Semua berhenti."
Suaranya keras dan berwibawa.
Tan Ciu, Su Hay Kbek, Ciauw Lam dan dua tongcu Ang-mo kauw menghentikan pertempuran. Mereka memandang kearan datangnya suara, di sini disaksikan bagaimana Sim In telah dibuat mati kutu.
Tan Ciu dan Su Hay Khek girang.
Ciauw Lam dan dua kawannya terkejut, wajah mereda berubah pucat.
Tan Kiam Pek menekan orang tawanannya.
"Sim kauwcu, kau tidak mau menyerahkan obat itu?"
"Tidak" Sim In telah menjadi nekad.
"Ketahuilah bahwa jiwamu telah berada di tanganku," Ancam lagi Tan Kiam Pek. "Kau menyerah kalah?"
"Tidak"
"Mungkinkah jiwamu lebih penting dari obat itu?"
"Lebih baik aku mati." Sim In memejamkan mata, ia lebih rela menyerahkan jiwanya.
"Aku tak percaya, kau sanggup menerima tekananku." Berkata Tan Kiam Pek yang segera menotok empat jalan darah ketua perkumpulan Iblis Merah itu.
Inilah cara penyiksaan yang hebat, Sim In berkelejetan ditanah. rasa gatal, perih, sakit dan nyeri menyerang jadi satu. ia mengerang, merintih, tetapi keras kepala, tidak mau menyerahkan obat yang orang minta.
Suara rintihan Sim In merindingkan bulu roma.
Tan Kiam Pek membentak. "Bagaimana?"
"Kau... kau mimpi." Sim In mempertahankan siksaan.
"Ingin kulihat, berapa lama lagi kau dapat bertahan?" Berkata Tan Kiam Pek.
Sim In masih berguling guling, merintih-rintih, saking jahatnya totokan itu, ia mengeluarkan air mata.
Melihat sang ketua merana, Ciauw Lam maju berteriak. "Bebaskan ketua kami ." Ia siap mengadu jiwa.
Su Hay Khek melintang dijalan, ia menghadang majunya orang.
"Kau belum mendapat giliran." Ia berkata. Ciauw Lam memukul Su Hay Khek. Su Hay Khek memapaki dengan pakulan Pula. Dua tenaga beradu, dan Ciauw Lam dipaksa membatalkan niatnya untuk menotok si ketua.
Disaat ini !!!
Sim In tidak sangggup menerima siksaan yang lebib hebat, ia jatuh kelenger.
Hal ini berada diluar dugaan Tan Kiam Pek. Ternyata ketua Ang-mo kauw itu adalah seorang sejati, rela mengorbankan diri, demi menjaga gengsi kepribadian dirinya.
Tan Kiam Pek mengerutkan kening, ia memandang Tan Ciu dan dia berkata kepada pemuda itu.
"Aku mengalami kegagalan." Susranya lemah. Tan Ciu maklum hal ini. Ia tidak menyalahkan paman tersebut.
"Aku tahu ," ia berkata. Tan Kiam Pek memungut tubuh Sim In yang jatuh pingsan itu dan menyerahkan kepada Tan Ciu.
"Kuserahkan kepadamu." demikian sastrawan ini berkata.
"Apa guna?" Tan Ciu tidak mengerti,
"Serahkan kepada gurumu. Dia dapat menyelesaikan urusan ini."
Memang diantara si Puteri Angin Tornado dan Sim In pernah terjalin hubungan percintaan. Walau cinta itu telah putus, mereka lebih mudah menyelesaikan perkara. Tan Ciu menerima saran ini.
"Bagaimana dengan Co Yong?" Tan Ciu mengkhawatirkan keselamatan gadis itu. Bila tidak ada Seng hiat hoan-hun-tan, pasti jiwa si gadis melayang.
"Menolong Co Yong, tidak banyak guna untukmu." Berkata Tan Kiam Pek.
"Mengapa? Dia menderita luka karena membela diriku."
"Dimisalkan dia adalah musuh. Kau bersedia menolongnya juga?" Tan Kiam Pak menatap kearah Tan Ciu tajam tajam.
"tentu!" Tan Ciu menganggukan kepala,
"Baiklah." Berkata Tan Kiam Prk. "Aku telah berdaya upaya. Sim In berkepala batu. biarpun kau kutungi lehernyapun, tidak mungkin ia mau mengeluarkan obat Seng hiat hoat hun tan itu."
Tan Ciu menundukkan mukanya ketanah.
"Bila gadis itu mati. Kau boleh meminta maaf didepan makam kuburannya " Berkata Tan Kiam Pek.
Kecuali segera menyerahkan Sim In kepada gurunya, memang tidak ada jalan lain. Tan Ciu harus mererima nasib.
Tan Kiam Pek menggapaikan tangan kepada Su Hay Khek dan berkata.
"Kalian boleh berangkat lebih dahulu."
Su Hay Khek berjalan pergi, diikuti pula oleh Tan Ciu dengan orang tawanannya.
Ciauw Lam dan dua kawannya memancarkan pandangan mata liar. Tetapi mereka tidak berdaya. Tan Ciu telah menggendong sang ketuanya.
Tan Kiam Pek menunggu ssmpai orang telah berangkat, baru ia melesat pergi meninggalkan lembah Iblis Merah.
oo O oo
SELURUH ISI GOA IBLIS MERAH telah menjadi sepi, ternyata Tan Kiam Pek telah menotok jalan darah orang-orang Sim In.
Tan Ciu dan Su Hay Khek telah berada diluar goa pintu masuk perkumpulan Ang-mo kauw. Tiba tiba terdengar suara orang yang lari dari belakang.
Tan Ciu memegang keras keras tawanannya.
Su Hay Khek menghentikan jalan dan siap menghadapi orang yang mengejar.
Terlihat seorang gadis melarikan diri cepat, itulah si Ular Golis.
"Tan siauwhiap, tunggulah sebentar." Berkata gadis ini memanggil Tan Ciu. Tan Ciu dan Su Hay Khek menatapnya tajam tajam.
Ular Golis menghampiri Tan Ciu lebih dekat, dari dalam saku bajunya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, diserahkannya kepada si pemuda dan berkata.
"AmbilUh ini obat Seng hiat hoan hun tan!"
Sungguh diluar dugaan. Barang yang sulit didapat datang sendiri tanpa banyak kesulitan,
"Aku harus berterima kasih kepadamu yang menolong jiwaku dari kematian " Berkata Ular Golis. "Hanya ini yang dapat kuberikan padamu."
Ternyata dikala Ular Golis hampir dihukum oleh Sim In, Tan Ciu pernah meminta gerasinya. dan permintaan itu dikabulkan. Ular Golis terhindar dari kematian, ia merasa hutang budi dan membalasnya dengan menyerahkan obat Seng hiat hoan-hun tan.
Tan Ciu masih ragu-ragu. Ia tidak segera menyambuti obat yang disodorkan kepadanya,
Su Hay Khek memperhatikan wajah gadis itu, dilihat sepintas lalu, memang tidak ada alasan untuk mencurigainya. Wajah Ular Golis bersungguh sungguh.
Ular Golis menyerahkan obat semakin dekat.
"Ambillah." Ia berkata.
Tan Ciu memandang obat itu sekian lama, Kemudian mengulurkan tangan menyambutnya.
"Terima kasih." Ia berkata dengan suara gemetar.
Dengan obat ini, ia dapat menyembuhkan lukanya Co Yong yang telah mengeluarkan banyak darah.
Setelah menyerahkan obat itu. Ular Golis membalikkan tubuh dan masuk kedalam goa Iblis Merah lagi.
"Selamat berjumpa pada lain kali." Hanya kata-kata ini yang keluar dari mulutnya.
"Selamat berjumpa." Tan Ciu mengajak Su Hay Khek melanjutkan perjalanan. Tidak lupa, mereka membawa tubuh Sim In sebagai orang tawanannya.
Di kelenteng yang pernah Tan Ciu tinggalkan Co Yong dan Jelita Merah...
Mereka telah tiba dengan cepat ditempat itu, langsung masuk kedalam kelenteng.
Setelah meletakkan tubuh Sim In ditanah. Tan Ciu mencari dua gadis tersebut. Puas mata memandang, hanya tempat kosong yang terlihat. setelah memeriksa seluruh kelenteng, mereka tidak berhasil menemukan dua orang yang ditinggalkan belum lama ini.
Tan Ciu merasakan ada sesuatu yang buruk telah terjadi. ia membuka muiut memanggil. "Jelita merah,..."
Tidak ada penyahutan. Suasana sangat sepi dan sunyi. Disana tidak ada bayangan si Jelita Merah, juga tidak ada Co Yong yang luka parah.
Su Hay Khek turut memeriksa, bertemu dengan Tan Ciu, ia mengajukan pertanyaan.
"Kemanakah mereka?" Tan Ciu masih memanggil manggil nama dua gadis-
Di saat ini, melayang satu tubuh, itulah Tan Kiam Pek, segera ia memberi penjelasan.
"Ada sesuatu yang telah terjadi?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Bila tidak ada sesuatu yang penting, tak mungkin Jelita Merah membawa Co Yong meninggalkan tempat ini, ia memberi keterangan!
Tentu saja, luka Co Yong sangat parah mana mungkin dibawa bawa kelain tempat? Kecuali ada sesuatu yang mengancam keselamatan dua orang itu!
Apakah yang telah terjadi dikelenteng ini?
Tan Kiam Pek segera mengeluarkan pendapat.
"Kukira hanya satu kemungkinan!"
"Kemungkinan yang bagaimana?" Tan Ciu memandang paman itu.
"Setelah kau meninggalkan mereka! Orang orang dari Benteng Penggantungan segera tiba ditempat ini."
"Mungkin. Hanya satu kemungkinan."
Tan Ctu, Su Hay Khek dan Tan Kiam Pek saling pandang- Mereka tidak berdaya,
Beberapa saat kemudian Tan Kiam pek memandang Su Hay Khek dan berkata. "Bolehkah aku mengajukan pertanyaan?"
"Silahkan." Berkata orang tua aneh itu.
"Bagaimana asal usul Jelita Merah itu?" Betanya Tan Kiam Pek.
"Aku tidak tahu." Jawab Su Hay Khek.
"Kukira kau tahu." Berkata lagi Tan Kiam Pek.
"Sungguh. Aku memang tidak tahu." Su Hay Khek menandaskan keterangannya.
"Seharusnya kau tidak memberikan keterangan palsu."
"Mengapa harus memberikan keterangan palsu?" Su Hay Khek menjadi tidak puas.
"Inilah keteranganku yang sungguh sungguh."
"Bagaimana kau dapat galang gulung dengannya?" Bertanya lagi Tan Kiam Pek.
"Malu untuk diceritakan." Berkata Su Hay Khek, munculnya gadis bertangan kejam ini dalam rimba persilatan telah menggemparkan rimba persilatan dengan cepat. Aku segera menantangnya untuk bertempur, dengan janji. siapa yang kalah harus turut perintah pihak yang menang. Maksudku ialah agar menindas tangan ganasnya. Siapa tahu ilmu kepandaian Jelita Merah berada diatasku' akulah yang dikalahkan olehnya. Apa boleh buat, aku harus mentaati janji dan menjadi kacung pesuruhnya."
"Kecuali ini, tidak ada yang kau tahu?"
"Betul."
"Misalnya mengetahui sesuatu dari maksud tujuannya?"
"Ia mencari si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip."
"Mungkinkah orang itu dari Pencipta pohon Penggantungan?" Su Hay Khek belum tahu asal usul Jelita Merah itu.
"Belum dapat dipastikan." Berkata Tan Kiam Pek.
Sampai disini, Tan Ciu turut buka suara
"Jelita Merah mempunyai hubungan dengan Pohon Penggantungan?!"
"Hal ini harus mencari bukti yang kuat." Berkata Tan Kiam Pek.
"Aku pernah melihat bayangan si Pencipta Pohon Penggantungan itu!"
"Hah?" Tan Ciu mengeluarkan seruan tertahan! "bagaimanakah bentuk tubuhnya?"
"Ia mengenakan kerudung." Berkata Tan Kiam Pek!"
"Ternyata seorang wanita!"
"Seorang wanita? Pencipta Pohon Penggantungan adalah seorang wanita?"
"Betul."
"Siapakah dia?'*
"Hanya ada dua kemungkinan, hanya dua orang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi dan dapat menjadi si Pencipta Pohon Penggantungan!"
"Siapakah orang orang itu?" Bertanya Tan Ciu. Ia sangat tertarik.
"Dugaanku yang pertama jatuh kepada si Melati putih." Berkata Tan Kiam Pek.
"Melati putih?" Tan Ciu mengulang kata-kata ini.
Su Hay Khek turut memberi keterangan.
"Bila betul kau putra dari Tan Kiam Lam, Maka Melati Putih itu adalah ibumu."
Tan Ciu termenung, memikirkan kebenaran dari dugaan dugaan itu.
Su Hay Khek segera mengajukan pertanyaan tentang dugaan berikutnya.
"Dan kemungkinan yang kedua?"
"Kemungkinan yang kedua dari si Pencipta Pohon Penggantung dugaanku jatuh kepada perawan dari Kutub Utara."
"Perawan dari Kutub Utara?"
"Betul!. Didalam rimba persilatan, hanya dua wanita itulah yang mempunyai ilmu kepandaian tertinggi."
"Dikabarkan mereka telah tiada didunia, bukan?" Su Hay Khek mengajukan pertanyaan.
Tan Kiam Lam menggoyangkan kepala. "Hanya desas desus saja, mereka diberitakan mati didalam rimba gelap yang ada pohon Penggantungan itu." Katanya. "Tetapi kebenaran ini masih disangsikan! Mungkin hanya seorang diantara mereka yang mati. Seorang lagi tidak, dan menciptakan Pohon Penggantungan itu."
Tan Ciu belum mengetahui jelas, ia bertanya!
"Dimisalkan betul aku putra Tan Kiam Lam, apa yang terjadi dengan Melati Putih itu?"
Tan Kiam Pek tidak segera menjawab pertanyaan ini, sebaliknya memandang Su Hay khek dan berkata kepadanya.
"Kau tentunya tahu kejadian kejadian ini?"
"Hanya sedikit." Jawab Su Hay Khek.
"Bagaimana pendapatmu? Haruskan memberitahu drama ini kepadanya?" Bertanya lagi Tan Kiam Lam.
Su Hay Khek menggoyangkan kepala.
"Untuk sementara, lebih baik ia tidak tahu." Berkata kakek aneh ini!
"Mengapa aku tidak boleh tahu?" Tan Ciu mengajukan protes.
"Kita sayang kepadamu!" Berkata Tan Kiam Pek! "Maka tidak mau menceritakan kejadian buruk ini kepadamu! Yang kau boleh tahu ialah diantara kedua orang tuamu itu pernah terjadi drama yang sangat sedih, bukanlah cerita baik!"
"Aku bersedia menerima segala pukulan!" Berkata Tan Ciu!
"Jangan. Belum waktunya." Tan Kiam Pek mempunyai pandangan penilaian yang lain dari si pemuda.
Su Hay khek turut bicara.
"Betul, Sudah pasti kita harus memberi tahu kejadian ini kepadamu. Tetapi bukan hari ini."
"Bila?" Bertanya si pemuda.
"Selelah kau mempunyai ilmu kepandaian yang lebih tinggi dari Tan Kiam Lam."
"Mengapa? Sangat tinggikah ilmu kepandaian Tan Kiam Lam?."
"Betul." Tan Kiam Pek menganggukkan kepala. "Sudah mencapai pada tingkatnya yang paling sempurna."
"Bagaimana bila dibandingkan dengan ilmu Kepandaianmu?"
"Aku?" Tan Kiam Pek menyengir. "Aku mana dapat menandinginya?"
Didalam hati Tan Ciu mengigil dingin.
Dengan ilmu kepandaian yang seperti Tan Kiam Pek masih belum dapat menandingi ilmu kepandaian Tan Kiam Lam. bukankah ilmu orang itu sudah sangat hebat sekali? Sampai dimanakah kehebatannya? Masakan tidak ada orang yang dapat mengalahkannya?
"Bukankah dia telah menjadi seorang jago tanpa tandingan?" Tan Ciu mengemukakan pendapat.
"Betul." Berkata Tan Kiam Pek. "Bagaimana ilmu kepandaianku dapat mengatasinya? Suatu hal yang tidak mungkin terjadi." Tan Ciu menghela napas.
"Segala sesuatu susah untuk diramalkan." Berkata Su Hay Khek. "Siapa tahu, pada suatu hari, ilmu kepandaianmu mencapai kemajuan besar dan mengalahkan dirinya. Itu waktulah kita beritahu rahasia itu."
"Setelah ilmu kepandaianku berada diatas dirinya?"
"Setelah ilmu kepandaianmu berada diatas dirinya. kau pasti membunuhnya."
"Membunuh Tan Kiam Lam?" Tan Ciu berteriak. "Membunuh ayahku sendiri?"
"Betul." Su Hay Khek tidak menyangsikan hal itu.
"Tidak mungkin." Berteriak Tan Ciu.
"Mungkin." Tan Kiam Pek turut bicara.
"Mungkinkah ada seorang anak yang dapat membunuh ayah sendiri?"
"Mungkin. Tapi hal ini hampir belum pernah terjadi. Bila sampai terjadi. Maka drama ini sangat penting sekali, suatu drama pembunuhan yang paling mengenaskan. Kekuatan hatimu mengalami suatu ujian berat!"
Pikiran Tan Ciu melayang jauh, di atas awang-awang tinggi, terdampar ke sana dan ke sini!!!
Si pemuda memberi peringatan kepada diri sendiri!
"Aku harus menemukan Tan Kiam Lam, yaag penting aku harus pergi kegunung Benteng Penggantungan dahulu, si Cendekiawan serba Bisa Thung Lip dibawa oleh Co Yong yen. ia tahu banyak perkara...! Tan Kiam Pek mengajukan usul. "Lebih baik kau membawa Sim In kepada gurumu dahulu."
"Bagaimana dengan Jelita Merah dan Co Yong?" Tan Ciu mengawatirkan keselamatan dua gadis itu.
"Ilmu kepandaian Jelita Merah telah kau saksikan." Berkata Tan Kiam Pek. "Kecuali orang orang dari Benteng Penggantungan keluar semua, atau ketua Benteng Penggantungan pribadi yang menangkapnya. Kukira tidak mungkin ada orang lain yang mengalahkannya! Legakanlah hatimu."
"Co Yong yang luka parah itu?"
Lebih lebih tidak boleh ditaruh didalam hati.
"Mengapa?"
"Hal ini penting sekali, Suatu hari nanti kau pasti mengerti duduk perkara."
Setelah mengucapkan beberapa patah kata lagi. Tan kiam Pek meninggalkan mereka. Berjalan lebih dahulu.
Tan Ciu dan Su Hay Khek membawa Sim In meninggalkan kelenteng itu juga, mereka berjalan dibelakang Tan Kiam Pek!
Tiba tiba, terdengar satu suara rintihan yang keluar dari semak semak pohon, tidak jauh dari jalan yang mereka lewati.
Tan Kiam Pek adalah orang pertama yang mendengar suara rintihan itu, dan dia juga yang bergerak paling cepat.
Su Hay Khek dan Tan Ciu mengikuti di-belakangnya.
Membongkar semak-semak itu. Tan Kiam Pek menyaksikan pemandangan yang penuh dengan darah. Dua wanita berbaju hitam yang telah tiada bernapas menggeletak menjadi mayat, disampingnya turut menggeletak si Jelita Merah.
Suara rintihan keluar dari mulut Jelita Merah. Wajahnya pucat, darah mengalir terlalu banyak, diapun berada didalam keadaan luka parah.
Tan Ciu yang menyusul belakangan,tidak berhasil menemukan Co Yong.
Su Hay Khek melesat maju, ia mengangkat tubuh Jelita Merah dan memanggil.
"Jelita Merah.."
Sigadis membuka matanya, segera dikenali akan kakek aneh yang telah kalah bertaruh dengannya, kakek ini tidak ubahnya sebagai perintis pembuka jalannya.
"Kau? ..." Ia mengeluarkan ucapan itu perlahan,
"Apa yang telah terjadi?" Bertanya Su Hay Khek.
"Dimana Tan Siauhiap?" Bertanya Jelita Merah. Ia tidak menjawab pertanyaan yang Su Hay Khek ajukan kepadanya.
"Aku disini." Berkata Tan Ciu yang segera menampilkan diri.
Dengan suara yang sangat lemah hampir tidak terdengar sama sekali, si Jelita Merah berkata.
"Aku telah menelantarkan tugas yang kau berikan kepadaku itu."
Tan Cin bertanya cepat. "Dimana nona Co?"
"Dia .. Dia ..." Jelita Merah jatuh lagi, lukanya terlalu hebat sampai memberi keterangan pun tidak dapat.
oo O oo
TAN KIAM PEK yang menyaksikan kejadian itu segera berkata.
"Ia sudah hampir mati. Terlalu banyak mengeluarkan darah."
"Tidak ..." Tan Ciu berteriak! "Ia tidak boleh mati."
Su Hay Khek segera memberi peringatan.
"Segera beri makan obat Seng hiat hoan bun tan itu."
Tan Ciu berteriak girang segera dikeluarkan obat Seng hiat.hoan hun tan, dan diberikannya kepada Su Hay Khek.
Su Hay Khek memasukan obat itu kedalam mulut Jelita Merah.
Tan Ciu membantu mengurut urut dan mempercepat jalan darah Jelita Merah.
Disaat mereka sedang mencurahkan semua perhatiannya kepada Jelita Merah, satu bayangan bergerak cepat bagaikan hantu gentayangan mendekati ketiga orang itu.
Lain bayangan lagi bergerak, ia mengikuti dibelakang bayangan yang pertama.
Yang didepan adalah laki-laki, sedangkan yang mengikuti dibelakangnya adalah Wanita. Mereka mengenakan pakaian warna hijau.
Terdengar wanita berpakaian hijau itn bertanya perlahan.
"Bocah itukah yang bernama Tan Ciu?"
Laki laki berpakaian hijau sedang memperhatikan gerak gerik ketiga orang itu didepannya, ia menanggukkan kepala.
"Apa langkah kita?" Bertanya lagi wanita berpakaian hijau itu, tentu saja suaranya di kerahkan perlahan, agar tidak mengganggu usaha mereka.
"Ketua Benteng kita berpesan agar Sim In tidak sampai dibawa pergi olehnya." Berkata laki laki tersebut.
"Alasannya?" Bertanya yang wanita.
"Sim In dapat membongkar semua rahasia kita." Berkata yang laki laki.
"Membunuh Sim In ?"
"Harus membunuh ketiga orang ini dahulu."
"Tenaga kita hanya dua orang..."
"Inipun cukup. Perlahan lahan kita mendekati mereka! Kemudian masing-masing membunuh satu! Setelah berhasil membokong, hanya tinggal seorang maka dengan tenaga dua orang, kita pasti dapat mengalahkannya!"
Mereka telah mendapat persepakatan, dan berjalan maju lagi semakin dekat...semakin dekat ...
Tan Ciu bertiga masih belum tahu bahwa jiwa mereka sudah diincar oleh elmaut. mereka sedang memusatkan perhatian kepada luka si Jelita Merah!
Siapakah laki laki dan wanita berbaju hijau itu?
Jelasnya mereka adalah orang-orang dari Benteng Penggantungan, dua tokoh kuat di-dalam Benteng itu.
Luka yang diderita Jelita Merah hebat, dengan kepandaian Tan Ciu, ia belum sanggup menyembuhkannya.
Tan Kiam Pek segera turun tangan, ia menempelkan kedua tangan dipundak gadis itu, demikian mencurahkan tenaga dalam kepada sang penderita luka, agar cepat pulih semangatnya.
Tan Ciu melepaskan usahanya, Ia menyudut keringat.
Disaat ini dua orang dari Benteng Penggantungan telah tiba, gerakan mereka menimbulkan suara, Tan Ciu dan Su Hay Khek membalikkan kepala!
"Aaaaaa...."
Wajah mereka berubah. Tan Kiam Pek yang sedang memusatkan seluruh perhatiannya tidak boleh terganggu, sedikit halangan akan melukai dirinya.
Su Hay Khek menghadapi dua orang Benteng Penggantungan.
"Siapa kalian?" Ia membentak.
Wanita berbaju hijau mengeluarkan suara dingin.
"Kau tidak perlu tahu!"
"Apa maksud tujuan kalian?"
"Merengut jiwa semua orang."
Su Hay Khek telah menduga akan menerima jawaban yang seperti ini,dengan mengambil posisi disamping kanan Tan Ciu, ia telah siap sedia.
Wanita berbaju hijau mendekati Tan Kiam pek mengirim satu pukulan. Sebat sekali gerakannya.
Su Hay Khek melesat dan mewakili Tan Kiam Pek menerima pukulan ini, Maka berdua telah bertempur menjadi satu.
Disaat yang sama, Tan Ciu berhadapan dengan laki-laki berbaju hijau itu, merekapun menguji ilmu kepandaian masing-masing.
Empat orang terpisah menjadi dua rombongan, melangsungkan pertandingan perang silat.
Tan Kiam Pek dapat mendengar sesuatu ia membuka matanya yang dimeramkan. Dilihat kedatangan dua musuh itu, tetapi ia tidak boleh melepaskan usaha ditengah jalan, dikatupkan lagi kedua mata itu, mempercepat proses penyembuhan luka Jelita Merah.
berlangsung belasan gebrak, ternyata Tan Ciu bukan tandingan laki-laki berbaju hijau itu. keadaan si pemuda agak terdesak.
Difihak lain, Su Hay Khek mendapat tandingan yang setimpal. Kekuatan mereka ternyata sama kuat.
Suatu ketika, Su Hay Khek melirik kearah kawannya, didalam hati kakek aneh inipnn mengerti, ia harus cepat-cepat mengakhiri pertempuran. Bila terlambat, pasti Tan Ciu menderita kerugian. Dan itu waktu, sulitlah mempertahankan fihaknya.
Wanita berbaju hijau itupun berkepandaian tinggi, dalam waktu yang singkat, mana mungkin Su Hay Khek menarik satu keuntungan darinya!
Su Hay Khek segera mengadu juga, ia menggeram keras den mengirim satu pukulan yang terkeras, maksudnya menjatuhkan lawan dengan menerima sebagian luka.
Bagi seorang yang sedang menjalankan pertempuran, tidak boleh lengah atau gentar, cara-cara Su Hay Khek bertempur tadi adalah menjadi pantangan tengkar, wanita berbaju hijau itu telah lompat menyingkir dari induk serangan dan mengirim satu bacokan tangan, langsung memasuki baris pertahanan lawannya.
Beek... , Dada Su Hay Khek menderita pukulan keras.
Kakek aneh itu ada niatan mengadu jiwa, ia menahan rasa sakit dan memberi pukulan balasan. Dua telapak tangan beradu lagi, dan mereka sama sama mundur kebelakang.
Su Hay Khek menderita luka sampai dua kali, hebat sekali luka itu.
Ia jatuh.
Wanita berbaju hijau itnpun terluka, hanya luka-lukanya tidak mengganggu jalan pertempuran.
Tan Ciu terkejut, disaat ini. Jarak mereka sangat dekat. Maka ia memukul wanita berbaju hijau tersebut.
Sipemuda berbasil, hanya satu kali pukulan ia membuat wanita mengerang sakit.
Laki laki baju hijau marah, ia memukul Tan Ciu.
Su Hay Khek lompat menubruk, menyelak diantara kedua orang itu yang lagi mau meneruskan pertempuran mereka!
Sampai disini, jalan pertempuran sudah menjadi kalut. Boleh dikata empat orang tersebut saling pukul semerawut.
Laki berbaju hijau itu memberikan pukulan tangan!
Su Hay Khek sudah menyingkir dari pukulan ini, dengan semua sisa tenaga yang ada, mereka bergumul menjadi satu.
Suatu hal yang berada diluar dugaan lelaki itu. betul ia berhasil menjatuhkan Su Hay Khek sehingga tidak dapat bangun lagi. akan tetapi dia sendiri pun terluka, dari mulut mengeluarkan darah.
Tan Ciu meneruskan usahanya untuk membunuh laki laki berbaju hijau itu. Tentu saja sang lawanpun tidak tinggal diam, walau berada didalam keadaan luka, tetap ia mempertahankan jiwanya, mereka bergumul menjadi satu.
Luka wanita berbaju hijaupun tidak ringan, ia merangkak kearah Jelita Merah dan Tan Kiam Pek. Maksudnya menggagalkan usaha penyembuhan luka seperti itu.
Dua orang itu tidak bergerak, yang satu mederita luka parah, yang lainnya sedang berusaha untuk mengembalikan jiwa sipenderita luka kedunia yang ramai.
Jarak wanita berbaju hijau dengan Jelita Merah sudah dekat sekali.....
Jelita Merah tidak mungkin menghindari malapetaka ini. Sedangkan Tan Kiam Pek belum selesai menamatkan satu putaran peredaran darahnya.
Tangan wanita berbaju hijau itu sudah mulai diangkat ...
Tan Ciu tidak dapat memenghindarkan diri. Ia masih bergumul dengan laki-laki berbaju hijau, Su Hay Khek menderita luka sehingga beberapa kali, ia menggeletak ditanah, seolah-olah sudah tidak bernapas.
Mungkinkah Jelita Merah harus menerima kematian seperti ini?
Tidak!!!
Terlibat suatu bayangan melesat dan melempar tubuh wanita berbaju hijau itu. Terdengar jeritan panjang, wanita berbaju hijau tersebut jatuh menggeletak.
Disana telah bertambah seorang wanita, berkerudung hitam. Wanita inilah yang menolong jiwa Jelita Merah.
Terdengar lain jeritan, itulah suara si laki laki berbaju hijau yang sudah mati ditangan Tan Ciu.
Dikala Tan Ciu ingin memberi pertolongan, wanita berkerudung hitam itu telah menampilkan dirinya dan menolong jiwa Jelita Merah.
Tan Ciu memberi hormat.
"Atas bantuan cianpwee, dengan ini boanpwe menghaturkan banyak terima kasih.
"Sama-sama." katanya.
Ia memeriksa orang yang baru ditolong. Tiba tiba matanya terpaku pada wajah Tan Kiam Pek.
"Aaaaa..."
Tubuh wanita berkerudung hitam itu menggigil gemetaran.
Hal ini tidak lepas dari mata Tan Ciu, apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Siapakah wanita berkerudung hitam ini? Mengapa gentar kepada Tan Kiam Pek?
Dengan suara gemetar, wanita berkerudung Mtam itu bergumam.
"Dia?"
Tangannya diangkat, seperti mau memukul Tan Kiam Pek.
Tan Ciu terkejut, cepat ia membentak!
"Hei kau mau apa?"
"Membunuh manuisa durjana ini."Wanita berkerudung hitam itu menunjuk Tan Kiam Pek.
"Mengapa?"
"Dia Tan Kiam Lam."
Hati Tan Ciu mencelos.
"Orang ini bernama Tan Kiam Lam?" Ia meminta ketegasan.
"Betul." Berkata wanita berkerudung hitam itu.
"Kau tahu pasti ?"
Pertanyaan yang seperti ini, berada diluar dugaan wanita berkerudung hitam itu, tangan yang sedianya mau membunuh Tan Kiam Pek turun lagi.
"Mungkinkah dia bukan Tan Kiam Lam?" Ia bertanya kepada sipemuda.
"Dia menyangkal orang memanggilnya sebagai Tan Kiam Lam." Tan Ciu memberi keterangan.
Wanita berkerudung hitam itu bergumam?
"Tidak mungkin... Tidak mungkin..."
Matanya memandang ketempat jauh.
Tan Ciu harus membuka rahasia ini, ia berkata!
"Dikatakan bahwa dia adalah saudara kembar Tan Kiam Lam yang bernama Tan Kiam Pek"
"Ouw!!!" Wanita berkerudung itu memperhatikan wajah Tan Kiam Pek.
Tan Ciu menantikan terbukanya rahasia teka teki ini!
Beberapa saat kemudian, baru wanita berkerudung hitam itu berkata.
"Betul! Dia bukan Tan Kiam Lam."
Tan Ciu segera mencetuskan kata-kata dan mengajukan pertanyaan!
"Kau dapat membuktikan betul betul bahwa dia bukan Tan Kiam Lam?"
"Dapat," Berkata wanita berkerudung hitam itu.
Tan Ciu menjadi bingung.
Wanita berkerudung hitam itu berkata,
"Hal ini mudah dibedakan! Betul bentuk wajah dan raut mukanya tak ada perbedaan, tetapi daun kuping yang sebelah kiri Tan Kiam Lam mempunyai andeng andeng hitam yang besar, andeng-andeng hitam ini tidak mungkin dioperasi dengan tidak meninggalkan bekas sama sekali! Sedangkan orang ini tidak mempunyai andeng-andeng hitam itu, juga tidak ada tanda-tanda luka luka bekas operasian, maka ia bukan Tan Kiam Lam."
Tan Ciu dapat diberi mengerti. Kini ia tahu pasti bahwa Tan Kiam Pek itu betul betul saudara kembar Tan Kiam Lam.
Tan Kiam Lam adalah manusia misterius yang aneh, ilmu kepandaiannya tinggi, bagaimana dengan penghidupannya?
Wanita berkerudung hitam ini pun ingia membunuh Tan Kim Lam. Apakah kesalahan Tan Kiam Lam, sehingga menimbulkan bahaya permusuhan?
Dari lagu suara wanita berkerudung hitam ini, Tan Ciu tahu pasti bahwa orang belum tua betul. dikira kira wanita setengah umur. Siapakah wanita berkerudung hitam ini? Mengapa menutup wajah diri mendiri?
Apa hubungannya dengan Tan Kiam Lam?
Pertanyaan pertanyaan tadi menyelubungi pikiran sipemuda, maka ia mengajukannya langsung kepada orarg yang bersangkutan.
"Cianpwe kenal dengan Tan Kiam Lam?"
"Ng ....!!"
"Diantara kalian pernah terjadi dendam permusuhan.?"
Sekali lagi, tubuh wanita berkerudung hitam itu menggigil.
"Betul." Ia menjawab pertanyaan si pemuda.
"Bagaimanakah terjadinya dendam permusuhan itu?" Bertanya lagi Tan Ciu.
"Aku tidak dapat menceritakan kepadamu!" berkata wanita berkerudung hitam itu!
"Mengapa?".
"Tidak dapat." Kini ia menatap wajah Tan Ciu mantep "Kau anak keluarga Tan juga?"
"Betul." Tan Ciu menganggukkan kepalanya.
"Putra Tan Kiam Lam?" Bertanya wanita berkerudung hitam tersebut.
"Mungkin juga."
"Mengapa mengatakan keterangan dengan jawaban sepati ini?"
"Aku belum dapat menemukan bukti bukti yang jelas dan dipercayai." Berkata Tan Ciu.
"Belum dapat menemukan bukti bukti yang jelas dan dipercaya?"
"Betul." Berkata Tan Ciu terus terang. "Aku tidak tahu tentang keluargaku sendiri."
"Siapa yang tahu keadaan keluargamu?"
"Kakakku Tan Sang."
Tubuh wanita berkerudung hitam itu tersentak sedikit, kata kata Tan Sang itu mengejutkan dirinya!
Tan Ciu tidak memperhatikan keadaan tersebut, ia menambah keterangannya.
"Sayang Tan Sang telah mati digantung orang"
"Ng..."
"Pohon Penggantunganlah yang merenggut jjwa kakakku itu." Berkata lagi Tan Ciu.
Wanita berkerudung hitam mengeluarkan suara keluhan panjang, Ia bergumam seorang diri!
"Ahhh... Cepat sekali... Sembilan belas tahun telah dilewatkan begitu ssja.."
Tan Ciu terkejut,
"Apa?" Ia tersentak dari keadaan yang sebenarnya.
Wanita berkerudung hitam itu cepat menutup mulut.
"Tidak mangapa... Tidak mengapa..." Ia berkata cepat. "Baik-baiklah kau menjaga diri sendiri dan juga diri mereka, aku harus pergi!"
Tubuhnya melesat dan meninggalkan Tan Ciu, Meninggalkan dua mayat orang dari Benteng Penggantungan dan meninggalkan Su Hay Khek, Tan Kiam Pek dan Jelita Merah.
Tan Ciu masih bengong memandang lenyapnya bayangan wanita berkerudung hitam itu. Dirasakan ada sesuatu yang aneh pada wanita tersebut.
Siapa dia.
Mari kita menyusul sebentar keadaan wanita berkerudung hitam itu.
Ditempat yang agak jauh dari tempat Tan Ciu sekalian berada, wanita berkerudung nilam itu menggabungkan diri dengan pembantunya.
Pembantu wanita berkerudung hitam itu adalah seorang gadis cantik. Mereka berjalan berendeng.
"Pei Pei!!!!" panggil wanita berkerudung hitam itu.
Gadis yang dipanggil Pei Pei itu memandang. Ia agak heran atas kelakuan yang belum lama diperlihatkan kepadanya.
"Mari kita pulang!" Berkata wanita berkerudung hitam itu.
"Suhu." panggil gadis yang bernama Pei pei itu! "Diakah yang suhu maksudkan?" Ternyata mereka adalah guru dan murid!
"Ng ..."Garu Pei Pei itu mengangguk-anggukkan kepala.
"Dia sudah tahu?" Bertanya lagi Pei Pei kepada gurunya.
"Aku tidak memberi tahu kepadanya?" Berkata wanita berkerudung hitam itu.
"Mengapa?" Pei Pei menjadi heran.
"Aku tidak menginginkan ia tahu siapa diriku, memberitahu hal ini kepadanya terlalu pagi akan mengganggu keadaannya."
"Bukankah kau sering mengenang dirinya?"
"Tadi telah bersua dan melihat jelas."
"Itu hanya sepintas lalu, mengapa tidak seterusnya?"
"Aku puas melihat ia masih hidup, sudah dewasa dan mempunyai badan yang tegap, ilmu kepandaian yang tinggi."
"Tapi..."
"Aku sudah puas dapat mengetahui keadaan dirinya. aku sudah puas dapat bertemu muka dengan dirinya..." Lagi lagi wanita berkerudung hitam ini menghela napas.
Mereka guru dan murid melakukan perjalanan.
Dan lenyap tidak kelihatan!
Siapakah mereka?
Mari kita menyaksikan bagian berikutnya.
000O000
KEMBALI bercerita tentang Tan Ciu.
Setelah ditinggalkan oleh wanita berkerudung hitam yang misterius itu, sipemuda masih bengong saja ditempatnya. Tidak henti-hertinya ia berpikir, siapakah wanita tersebut? Mengapa hatinya berdebar keras?
Tiba tiba... Terdengar suara rintihan orang. Itulah suara rintihan Su Hay Khek yang menderita luka parah.
Tan Ciu terkejut. Cepat ia menghampiri orang tua aneh itu.
Disana, Su Hay Khek terbaring lemah, keadaannya sunggah payah,napasnya sudah menjadi satu dengusan yang tidak teratur, seolah olah orang yang menantikan waktu ajalnya.
Tan Ciu menubruk ketempat orang tua itu.
"Cianpwee..." Ia memanggil.
Su Hay Khek masih berusaha tertawa, tertawa sedih, Ia terlalu banyak mengeluarkan darah.
Melihat hal ini, cepat Tan Ciu mengeluarkan obat Seng-htat hoan-hun-tan!
"Cianpwee, makanlah obat ini!" Ia harus menolong orang tua itu!
Su Hay Khek menggeleng-gelengkan kepala, ia menolak.
"Aku sudah tiada guna!" Ia berkata!
"Makanlah obat ini! ia akan membantu menambah darahmu!" Masih Tan Ciu berusaha.
Su Hay Khek menggeleng-gelengkan kepala lagi, ia kukuh tidak mau menerima pemberian obat itu.
"Urat nadiku telah putus banyak." Ia berkata. "Tiada gunanya lagi... Obat mujarab apapun ... tidak dapat menolong ... urat nadi yang sudah putus."
"Cianpwe..." Tan Ciu msngucurkan air mata.
Su Hay Khek menyengir. "Jangan kau menangis." Ia berkata. "Setiap orang pasti mati... hanya bagaimana kematian ... yang menimpa dirinya ... Aku sege ma..ati... tetapi aku puas... Aku mati tak percuma ... "
"Tidak, Kau tidak boleh mati!"
"Suddhlah, biar bagaimana ... aku akan mati... Sebelum meninggalkan dunia ini ... Aku ingin meninggalkan tenaga kekuatanku ... kepadamu,"
"Cianpwe...."
"Duduklah didekatku." Perintah Su Hay Khek.
Tanpa banyak komentar, tangan kanan Su Hay Khek telah menempel diubun ubun Tan Ciu.
"Jangan banyak pikir." Ia berkata cepat. "Satukanlah peredaran darahmu dengan peredaran darahku."
Tan Ciu mengikuti petunjuk orang tua aneh itu.
"Terjanglah Seng su seng-koan." Berkata lagi Su Hay Khek. "Cuci dan bersihkan di diri dua belas tingkatan peredaran jalan darah.. ..kemudian ... bersihkan diri dari segala pikiran ..... kumpulkan di Cit-seng-ceng meh."
Satu hawa hangat meresap masuk kedalam tubuh Tan Ciu, si pemuda telah menyatukan peredaran darah mereka, maka dengan mudah pertukaran peredaran darah itu menjadi satu.
Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, Su Hay Khek telah mengeluarkan semua kekuatannya dan diserahkan kepada Tan Ciu.
Disaat ini, Tan Kiam Pek yang memutarkan peredaran darah Jelita Merah telah hampir selesai.
Wajah Jelita Merah yang pucat telah bersemu merah, suatu tanda bahwa ia telah bebas dari ancaman bahaya.
Tan Kiam Pek mengempos tenaganya yang penghabisan sekali dan selesailah penyembuhan dengan cara seperti itu.
Dilain bagian, tangan Su Hay Khek yang menempel pada Tan Ciu telah lemas, ia kehabisan tenaga.
Su Hay Khek mati.
Urat nadinya putus. Tenaganya dikuras bersih dan menghembuskan napasnya yang terakhir dengan rela.
Dikala Tan Ciu sadar, orang tua itu telah memeramkan mata untuk selama lamanya. Terhadap kakek yang berbudi luhur ini, Tan Ciu menaruh salut yaog tinggi, ia menangis dan mengucurkan air mata keedihan yang tidak terhingga.
Tan Kiam Pek telah selesai menghidupkan jiwa Jelita Merah. Mengatur tenaga beberapa lama, mengembalikan kekurangan kekuatannya yang tadi dan membuka kedua matanya. Dilihat keadaan yang seperti itu,ia terkejut.
"Eh, apa yang telah terjadi?" ia mengajukan pertanyaan.
"Dia telah meninggal dunia !" Tan Ciu menyusut air mata.
"Aaaaaaa"
Tan Ciu menceritakan segala yang belum lama telah terjadi.
"Kasihan," berkata Tan Kiam Pek, "mari kita mengebumikan orang tua ini?"
Tan Kiam Pek dan Tan Ciu menggali tanah, mereka mengebumikan jenazah si kakek aneh Su Hay Khek, Jelita Merah sudah membuka kedua matanya.
Tiga orang menaruh hormat yang penghabisan kali kepada makam Su Hay Khek, lama mereka mengenang orang tua yang telah berkorban untuk keselamatan semua orang.
Berapa lama kemudian, baru Jelita Merah berkata.
"Syukur kalian tiba tepat pada waktunya dan berhasil menolong jiwaku. Budi ini tidak dapat kulupakan."
"Sudah nenjadi kewajiban manusia untuk tolong menolong." Berkata Tan Kiam Pek.
Jelita Merah memandang Tan Ciu.
"Tan siauwhiap." Ia memanggil. "Aku menelantarkan urusanmu."
Tan Ciu menghela napas.
"Bukan salahmu." Ia berkata, "mereka adalah orang orang dari Benteng Penggantungan."
"Betul! Orang orang dari Benteng Penggantungan itu yang mencelakai kita."
"Tidak kusangka, benteng itu mempunyai banyak tokoh silat yang berkepandaian tinggi"
"Betul..." Berkata Jelita Merah. "Gerakannya gesit. Ach, Nona Co telah dibawa oleh mereka, tentunya mengalami penderitaan."
"Kita telah berusaha." Berkata Tan Ciu sambil menghela nafas. "Apa mau dikata, takdir telah mempermainkan kita."
Tan Kiam Pek memandang mereka sebentar dan berkata.
"Kalian berdua boleh merundingkan hal ini baik-baik. Aku harus pergi lebih dahulu."
"Cianpwee ingin kemana?" Bertanya Tan Ciu
"Aku? Aku harus kembali menyakinkan ilmu silat dengan lebih tekun lagi. Biar bagaimanapun juga, aku harus menyelesaikan persengketaan dengan si ketua Benteng Penggantungan. ilmunya tinggi, aku harus berusaha keras agar tidak dikalahkan olehnya."
"Bila betul dia adalah engkohmu?" Tan Cin ragu ragu!
"Tetap kubunuh juga,"
"Tidak ada jalan lain?"
"Kukira tidak!"
Tiba tiba Tan Ciu teringat sesuatu, ia berkata "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu."
"Tentang urusan apa?" Bertanya Tan Kiam Pek.
Tan Ciu menceritakan munculnya wanita berkerudung hitam yang menolong jiwa mereka itu. Dan mengajukan pertanyaan, bila Tan Kiam Pek kenal dengan seorang wanita yang berkepandaian ilmu silat tinggi tersebut.
"Dugaanmu jatuh pada siapa?" Bertanya Tan Kiam Pek
"Inilah yang ingin kutanyakan kepada cianpwe." Berkata Tan Ciu.
"Ia mengatakan bahwa aku bernama Tan Kiam Lam?"
"Betul!" Tan Ciu menganggukkan kepala. Dikatakan juga bahwa pada daun kuping Tan Kiam Lam ada andeng-andeng hitam yang besar?".
"Betul sekali" Tan Ciu membenarkan pertanyaan ini.
"Kukira dia."
"Siapa?"
"Siapa? Ibumu."
"Hah?" Tan Ciu berteriak. "Ibuku?"
"Betul. Melati Putih."
"ia masih hidup didalam dunia?"
"kukira masih." Tan Kiam Pek menganggukkan kepala. "Hanya aku belum dapat memastikan tentang hal ini. Pada suatu hari kau akan tahu kebenaran dari dugaanku ini! Bersabarlah dan jangan banyak berpikir yang bukan bukan."
Tan Ciu menerima kritik tersebut dan menganggukkan kepalanya. Tan Kiam Pek berkata. "Aku harus pergi."
"Selamat jalan." Berkata Tan Ciu.
"selamat tinggal." Berkata Tan Kiam Pek.
Dan Jelita Merah turut mengantarkan pula. Tubuh Tan kiam Pek melesat, sebentar kemudian sudah lenyap dari pandangan mata. Jelita Merah memandang si pemuda, ia berkata.
"Akupun harus meninggalkanmu. Aku...Aku harus kembali dan memberi tahu segala kejadian ini kepada guruku." Berkata Jelita Merah.
"Siapakah tokoh silat yang menjadi gurumu?" Bertanya Tan Ciu.
"Dia... Dia berpesan agar tidak menyebut namanya." Berkata Jelita Merah. "Kau tidak marah?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Kau betul putra Tan Kiam Lam?" Bertanya Jelita Merah.
"Tidak tahu." Berkata Tau Ciu!
"Kuharap saja bukan!" Berkata Jelita Merah.
"Mudah-Mudahan... gurumu juga mempunyai dendam permusuhan dengan Tan Kiam Lam?"
"entahlah." Berkata Jelita merah. "Tugasku hanya untuk mencari Tan Kiam Lam. Lebih dari itu. aku tidak diberi tahu!"
"Gurumu itu seorang wanita?"
"Betul." Sigadis tertawa sedih.
"Kau masih ingat bahwa aku berjanji untuk menceritakan drama sedih tentang aku dan guruku?"
"Ingat." Tan Ciu menganggukkan kepala. Jelita Merah berkata.
"Tentang cerita guruku, biar kututurkan lain kali. Kini aku akau berbicara tentang diriku.
Tan Ciu memandang gadis itu.
"Aku adalah seorang wanita yang sangat menderita." Jelita Merah mulai bercerita. "Sudah ditakdirkan hidupku merana. Pada saat aku berumur enam belas tahun, aku kenal dengan seorang pemuda yang bernama Chiu It Cong tidak disangka, ia menipu diriku. aku telah dipermainkan olehnya, dan setelah ia berhasil mendapatkan diriku, Ia lenyap begitu saja. entah kemana ia melarikan diri."
"Dia mati?"
"Mana kutahu. Telah beberapa tahun, kuselidiki jejaknya tanpa hasil."
"Bilaa kau berhasil menemukannya, bagaimana?" Tan Ciu mengajukan pertanyaan ini,
"Membunuhnya." Berkata Jelita Merah gemas. "Tidak sedikit yang telah kuberikan kepadanya. Terlalu banyak yang telah didapat olehnya."
"OuW...." Tan Ciu menatap Jelita Merah. Ternyata dia sudah bukan gadis lagi. Jelita Merah menghela napas.
"Tan Siauwhiap," ia memanggil perlahan. "Kuharap saja kau tidak memandang rendah diriku. Kuharap kita dapat mengikat tali persahabatan."
"Aku bersedia menjadi kawanmu." Berkata Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Sungguh?"
"Tentu sungguh."
Jelita Merah tertawa manis, "Terima kasih kepada janjimu ini!" Ia berkata. "Kini aku harus pergi dahulu! Selamat jalan!"
"Selamat jalan."
Mereka sama sama mengucapkan selamat perpisahan dan Jelita Merah berangkat terlebih dulu.
Tan Ciu mengambil tubuh Sim In yang telah ditotok jalan darahnya, pemuda ini harus menyerahkan tawanan itu kepada gurunya. Ia pulang kearah tempat si Putri Angin Tornado.
Singkatnya cerita, Tan Ciu telah tiba di-tempat tujuan.
Didepan suatu goa, Tan Ciu menggendong tubuh Sim In dan berlari datang.
Dari dalam guha terdengar satu suara yang membentak.
"siapa?"
"Suhu, aku telah kembali!" Tan Ciu memberi sahutan.
Ternyata orang yang berada didalam goha itu adalah guru sipemuda Tan Ciu, si putri Angin Tornado yang pernah menggemparkan rimba persilatan itu.
"Oh. Tan Ciu. kau telah kembali! Masuklah!" Inilah suara si Putri Angin Tornado. Dia adalah guru Tan Ciu yang berkepandaian silat tinggi.
BERSAMBUNG JILID 6
KARYA KHU LUNG
JILID 5 by aaa
TAN CIU berada di dalam keadaan jalan yang sudah buntu. Jiwa Co Yong sangat membutuhkan obat Seng hiat-hun tan, bagaimana bila Sim In kukuh tidak memberikan obat? Haruskah ia menggunakan kekerasan?
Tan Kiam Pek turut ikut campur, katanya.
"Sim kaucu, berilah sebutir obat itu. Ia sangat membutuhkan pertolonganmu."
"Dengan dalih aturan siapa harus memberikan obat kepadanya?" Sim In mengeluarkan suara dingin.
"Aku telah memberitahukan penyamaran Tan Kiam Lam, Kau wajib memberi upah jasa bukan?"
"Tidak!".
Wajah Tan Kiam Pek yang kaku itu agak beringas.
"Sim In," ia memanggil langsung. "Kau tidak bersedia mendengar saranku?"
"Aku mengatakan lebih dari satu kali, bukan?" Ternyata ketua Ang mo kauw inipun seorang kepala batu.
"Kau ingin merasakan tangan besiku!" Tan Kiam Pek bergeser lebih dekat.
"Kau ingin bertempur?"
"Bila kau telah kukuh diri"
"Baiklah. Apa boleh buat. Aku harus melayani segala tantangan yang datangnya dari luar perkumpulan Ang mo kauw."
Sim In memandang para tongcu perkumpulannya, Ciauw Lam mengajak dua kawannya maju kedepan, mereka siap menjalankan tugas yang akan jatuh pada diri mereka.
Ular Golis mengambil arah lain, ia masuk ke dalam ruangan dalam.
Tan Ciu dan Su Hay Khek tidak diam, mereka turut maju pula. Didalam ruangan itu terjadi ketegangan yang memuncak.
Tangan Tan Kiam Pek terayun, memukul Sim In yang keras kepala.
Ciauw Lam dan dua kawanannya tidak membiarkan kauwcu mereka yang dihina, merekapun maju memberi bantuan.
Tetapi Tan Ciu dan Su Hay Khek tidak berpeluk tangan, tiga orang perkumpulan Iblis merah ini ditahan olehnya.
Dua lawan tiga.
Pertempuran berjalan dengan hebat.
Disana Sim In bukanlah tandingan Tan Kiam Pek, sebentar saja ketua Iblis merah itu telah mandi keringat.
Suatu saat Tan Kiam Pek menggeram tangannya terayun cepat. Maka tubuh sang lawan berhasil dipukul jatuh. Sim In merayap bangun, bibirnya berdarah, Tan Kiam Pek membentak. "Bersediakah kau menyerahkan obat itu?"
"Tidak." Sim In mempertahankan gengsinya.
"Sim In, kau harus pandai melihat gelagat. Bukan waktunya untuk main kepala batu." Berkata Tan Kiam Pek yang menguarkan ancaman. "Lebih baik kau menyerahkan barang yang kuminta."
"Tidak.!"
"Ingin mati?"
Tan Kiam Pek marah beuar, tubuhnya bergerak.
Sim In menjauhkan diri dari kejaran sastrawan kaku itu!
Gerakan Tan Kiam Pek sungguh gesit, ia telan berada dibelakang orang, tangannya di ulurkan dan berhasil mencengkeram leher baju ketua Ang mo kauw.
Sim In mengirim satu pukulan balikan.
Tan Kiam Pek menangkap tangan itu, kemudian menotok jalan darahnya, maka betul betul Sim In tidak berdaya.
Dengan menenteng tubuh Sim In yang telah berhasil ditaklukkan, Tan Kiam Pek memandang jalan pertempuran diantara Tan Ciu. Su Hay Khek melawan Ciauw Lam beserta dua kawannya.
Su Hay Khek memukul berulang kali, di-bawah bantuan Tan Ciu yang mengisi segala kekosongan dirinya, orang tua aneh itu berhasil melukai seorang tongcu Ang mo kauw.
Tan Kiam Pek segera mengeluarkan teriakan.
"Semua berhenti."
Suaranya keras dan berwibawa.
Tan Ciu, Su Hay Kbek, Ciauw Lam dan dua tongcu Ang-mo kauw menghentikan pertempuran. Mereka memandang kearan datangnya suara, di sini disaksikan bagaimana Sim In telah dibuat mati kutu.
Tan Ciu dan Su Hay Khek girang.
Ciauw Lam dan dua kawannya terkejut, wajah mereda berubah pucat.
Tan Kiam Pek menekan orang tawanannya.
"Sim kauwcu, kau tidak mau menyerahkan obat itu?"
"Tidak" Sim In telah menjadi nekad.
"Ketahuilah bahwa jiwamu telah berada di tanganku," Ancam lagi Tan Kiam Pek. "Kau menyerah kalah?"
"Tidak"
"Mungkinkah jiwamu lebih penting dari obat itu?"
"Lebih baik aku mati." Sim In memejamkan mata, ia lebih rela menyerahkan jiwanya.
"Aku tak percaya, kau sanggup menerima tekananku." Berkata Tan Kiam Pek yang segera menotok empat jalan darah ketua perkumpulan Iblis Merah itu.
Inilah cara penyiksaan yang hebat, Sim In berkelejetan ditanah. rasa gatal, perih, sakit dan nyeri menyerang jadi satu. ia mengerang, merintih, tetapi keras kepala, tidak mau menyerahkan obat yang orang minta.
Suara rintihan Sim In merindingkan bulu roma.
Tan Kiam Pek membentak. "Bagaimana?"
"Kau... kau mimpi." Sim In mempertahankan siksaan.
"Ingin kulihat, berapa lama lagi kau dapat bertahan?" Berkata Tan Kiam Pek.
Sim In masih berguling guling, merintih-rintih, saking jahatnya totokan itu, ia mengeluarkan air mata.
Melihat sang ketua merana, Ciauw Lam maju berteriak. "Bebaskan ketua kami ." Ia siap mengadu jiwa.
Su Hay Khek melintang dijalan, ia menghadang majunya orang.
"Kau belum mendapat giliran." Ia berkata. Ciauw Lam memukul Su Hay Khek. Su Hay Khek memapaki dengan pakulan Pula. Dua tenaga beradu, dan Ciauw Lam dipaksa membatalkan niatnya untuk menotok si ketua.
Disaat ini !!!
Sim In tidak sangggup menerima siksaan yang lebib hebat, ia jatuh kelenger.
Hal ini berada diluar dugaan Tan Kiam Pek. Ternyata ketua Ang-mo kauw itu adalah seorang sejati, rela mengorbankan diri, demi menjaga gengsi kepribadian dirinya.
Tan Kiam Pek mengerutkan kening, ia memandang Tan Ciu dan dia berkata kepada pemuda itu.
"Aku mengalami kegagalan." Susranya lemah. Tan Ciu maklum hal ini. Ia tidak menyalahkan paman tersebut.
"Aku tahu ," ia berkata. Tan Kiam Pek memungut tubuh Sim In yang jatuh pingsan itu dan menyerahkan kepada Tan Ciu.
"Kuserahkan kepadamu." demikian sastrawan ini berkata.
"Apa guna?" Tan Ciu tidak mengerti,
"Serahkan kepada gurumu. Dia dapat menyelesaikan urusan ini."
Memang diantara si Puteri Angin Tornado dan Sim In pernah terjalin hubungan percintaan. Walau cinta itu telah putus, mereka lebih mudah menyelesaikan perkara. Tan Ciu menerima saran ini.
"Bagaimana dengan Co Yong?" Tan Ciu mengkhawatirkan keselamatan gadis itu. Bila tidak ada Seng hiat hoan-hun-tan, pasti jiwa si gadis melayang.
"Menolong Co Yong, tidak banyak guna untukmu." Berkata Tan Kiam Pek.
"Mengapa? Dia menderita luka karena membela diriku."
"Dimisalkan dia adalah musuh. Kau bersedia menolongnya juga?" Tan Kiam Pak menatap kearah Tan Ciu tajam tajam.
"tentu!" Tan Ciu menganggukan kepala,
"Baiklah." Berkata Tan Kiam Prk. "Aku telah berdaya upaya. Sim In berkepala batu. biarpun kau kutungi lehernyapun, tidak mungkin ia mau mengeluarkan obat Seng hiat hoat hun tan itu."
Tan Ciu menundukkan mukanya ketanah.
"Bila gadis itu mati. Kau boleh meminta maaf didepan makam kuburannya " Berkata Tan Kiam Pek.
Kecuali segera menyerahkan Sim In kepada gurunya, memang tidak ada jalan lain. Tan Ciu harus mererima nasib.
Tan Kiam Pek menggapaikan tangan kepada Su Hay Khek dan berkata.
"Kalian boleh berangkat lebih dahulu."
Su Hay Khek berjalan pergi, diikuti pula oleh Tan Ciu dengan orang tawanannya.
Ciauw Lam dan dua kawannya memancarkan pandangan mata liar. Tetapi mereka tidak berdaya. Tan Ciu telah menggendong sang ketuanya.
Tan Kiam Pek menunggu ssmpai orang telah berangkat, baru ia melesat pergi meninggalkan lembah Iblis Merah.
oo O oo
SELURUH ISI GOA IBLIS MERAH telah menjadi sepi, ternyata Tan Kiam Pek telah menotok jalan darah orang-orang Sim In.
Tan Ciu dan Su Hay Khek telah berada diluar goa pintu masuk perkumpulan Ang-mo kauw. Tiba tiba terdengar suara orang yang lari dari belakang.
Tan Ciu memegang keras keras tawanannya.
Su Hay Khek menghentikan jalan dan siap menghadapi orang yang mengejar.
Terlihat seorang gadis melarikan diri cepat, itulah si Ular Golis.
"Tan siauwhiap, tunggulah sebentar." Berkata gadis ini memanggil Tan Ciu. Tan Ciu dan Su Hay Khek menatapnya tajam tajam.
Ular Golis menghampiri Tan Ciu lebih dekat, dari dalam saku bajunya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, diserahkannya kepada si pemuda dan berkata.
"AmbilUh ini obat Seng hiat hoan hun tan!"
Sungguh diluar dugaan. Barang yang sulit didapat datang sendiri tanpa banyak kesulitan,
"Aku harus berterima kasih kepadamu yang menolong jiwaku dari kematian " Berkata Ular Golis. "Hanya ini yang dapat kuberikan padamu."
Ternyata dikala Ular Golis hampir dihukum oleh Sim In, Tan Ciu pernah meminta gerasinya. dan permintaan itu dikabulkan. Ular Golis terhindar dari kematian, ia merasa hutang budi dan membalasnya dengan menyerahkan obat Seng hiat hoan-hun tan.
Tan Ciu masih ragu-ragu. Ia tidak segera menyambuti obat yang disodorkan kepadanya,
Su Hay Khek memperhatikan wajah gadis itu, dilihat sepintas lalu, memang tidak ada alasan untuk mencurigainya. Wajah Ular Golis bersungguh sungguh.
Ular Golis menyerahkan obat semakin dekat.
"Ambillah." Ia berkata.
Tan Ciu memandang obat itu sekian lama, Kemudian mengulurkan tangan menyambutnya.
"Terima kasih." Ia berkata dengan suara gemetar.
Dengan obat ini, ia dapat menyembuhkan lukanya Co Yong yang telah mengeluarkan banyak darah.
Setelah menyerahkan obat itu. Ular Golis membalikkan tubuh dan masuk kedalam goa Iblis Merah lagi.
"Selamat berjumpa pada lain kali." Hanya kata-kata ini yang keluar dari mulutnya.
"Selamat berjumpa." Tan Ciu mengajak Su Hay Khek melanjutkan perjalanan. Tidak lupa, mereka membawa tubuh Sim In sebagai orang tawanannya.
Di kelenteng yang pernah Tan Ciu tinggalkan Co Yong dan Jelita Merah...
Mereka telah tiba dengan cepat ditempat itu, langsung masuk kedalam kelenteng.
Setelah meletakkan tubuh Sim In ditanah. Tan Ciu mencari dua gadis tersebut. Puas mata memandang, hanya tempat kosong yang terlihat. setelah memeriksa seluruh kelenteng, mereka tidak berhasil menemukan dua orang yang ditinggalkan belum lama ini.
Tan Ciu merasakan ada sesuatu yang buruk telah terjadi. ia membuka muiut memanggil. "Jelita merah,..."
Tidak ada penyahutan. Suasana sangat sepi dan sunyi. Disana tidak ada bayangan si Jelita Merah, juga tidak ada Co Yong yang luka parah.
Su Hay Khek turut memeriksa, bertemu dengan Tan Ciu, ia mengajukan pertanyaan.
"Kemanakah mereka?" Tan Ciu masih memanggil manggil nama dua gadis-
Di saat ini, melayang satu tubuh, itulah Tan Kiam Pek, segera ia memberi penjelasan.
"Ada sesuatu yang telah terjadi?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Bila tidak ada sesuatu yang penting, tak mungkin Jelita Merah membawa Co Yong meninggalkan tempat ini, ia memberi keterangan!
Tentu saja, luka Co Yong sangat parah mana mungkin dibawa bawa kelain tempat? Kecuali ada sesuatu yang mengancam keselamatan dua orang itu!
Apakah yang telah terjadi dikelenteng ini?
Tan Kiam Pek segera mengeluarkan pendapat.
"Kukira hanya satu kemungkinan!"
"Kemungkinan yang bagaimana?" Tan Ciu memandang paman itu.
"Setelah kau meninggalkan mereka! Orang orang dari Benteng Penggantungan segera tiba ditempat ini."
"Mungkin. Hanya satu kemungkinan."
Tan Ctu, Su Hay Khek dan Tan Kiam Pek saling pandang- Mereka tidak berdaya,
Beberapa saat kemudian Tan Kiam pek memandang Su Hay Khek dan berkata. "Bolehkah aku mengajukan pertanyaan?"
"Silahkan." Berkata orang tua aneh itu.
"Bagaimana asal usul Jelita Merah itu?" Betanya Tan Kiam Pek.
"Aku tidak tahu." Jawab Su Hay Khek.
"Kukira kau tahu." Berkata lagi Tan Kiam Pek.
"Sungguh. Aku memang tidak tahu." Su Hay Khek menandaskan keterangannya.
"Seharusnya kau tidak memberikan keterangan palsu."
"Mengapa harus memberikan keterangan palsu?" Su Hay Khek menjadi tidak puas.
"Inilah keteranganku yang sungguh sungguh."
"Bagaimana kau dapat galang gulung dengannya?" Bertanya lagi Tan Kiam Pek.
"Malu untuk diceritakan." Berkata Su Hay Khek, munculnya gadis bertangan kejam ini dalam rimba persilatan telah menggemparkan rimba persilatan dengan cepat. Aku segera menantangnya untuk bertempur, dengan janji. siapa yang kalah harus turut perintah pihak yang menang. Maksudku ialah agar menindas tangan ganasnya. Siapa tahu ilmu kepandaian Jelita Merah berada diatasku' akulah yang dikalahkan olehnya. Apa boleh buat, aku harus mentaati janji dan menjadi kacung pesuruhnya."
"Kecuali ini, tidak ada yang kau tahu?"
"Betul."
"Misalnya mengetahui sesuatu dari maksud tujuannya?"
"Ia mencari si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip."
"Mungkinkah orang itu dari Pencipta pohon Penggantungan?" Su Hay Khek belum tahu asal usul Jelita Merah itu.
"Belum dapat dipastikan." Berkata Tan Kiam Pek.
Sampai disini, Tan Ciu turut buka suara
"Jelita Merah mempunyai hubungan dengan Pohon Penggantungan?!"
"Hal ini harus mencari bukti yang kuat." Berkata Tan Kiam Pek.
"Aku pernah melihat bayangan si Pencipta Pohon Penggantungan itu!"
"Hah?" Tan Ciu mengeluarkan seruan tertahan! "bagaimanakah bentuk tubuhnya?"
"Ia mengenakan kerudung." Berkata Tan Kiam Pek!"
"Ternyata seorang wanita!"
"Seorang wanita? Pencipta Pohon Penggantungan adalah seorang wanita?"
"Betul."
"Siapakah dia?'*
"Hanya ada dua kemungkinan, hanya dua orang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi dan dapat menjadi si Pencipta Pohon Penggantungan!"
"Siapakah orang orang itu?" Bertanya Tan Ciu. Ia sangat tertarik.
"Dugaanku yang pertama jatuh kepada si Melati putih." Berkata Tan Kiam Pek.
"Melati putih?" Tan Ciu mengulang kata-kata ini.
Su Hay Khek turut memberi keterangan.
"Bila betul kau putra dari Tan Kiam Lam, Maka Melati Putih itu adalah ibumu."
Tan Ciu termenung, memikirkan kebenaran dari dugaan dugaan itu.
Su Hay Khek segera mengajukan pertanyaan tentang dugaan berikutnya.
"Dan kemungkinan yang kedua?"
"Kemungkinan yang kedua dari si Pencipta Pohon Penggantung dugaanku jatuh kepada perawan dari Kutub Utara."
"Perawan dari Kutub Utara?"
"Betul!. Didalam rimba persilatan, hanya dua wanita itulah yang mempunyai ilmu kepandaian tertinggi."
"Dikabarkan mereka telah tiada didunia, bukan?" Su Hay Khek mengajukan pertanyaan.
Tan Kiam Lam menggoyangkan kepala. "Hanya desas desus saja, mereka diberitakan mati didalam rimba gelap yang ada pohon Penggantungan itu." Katanya. "Tetapi kebenaran ini masih disangsikan! Mungkin hanya seorang diantara mereka yang mati. Seorang lagi tidak, dan menciptakan Pohon Penggantungan itu."
Tan Ciu belum mengetahui jelas, ia bertanya!
"Dimisalkan betul aku putra Tan Kiam Lam, apa yang terjadi dengan Melati Putih itu?"
Tan Kiam Pek tidak segera menjawab pertanyaan ini, sebaliknya memandang Su Hay khek dan berkata kepadanya.
"Kau tentunya tahu kejadian kejadian ini?"
"Hanya sedikit." Jawab Su Hay Khek.
"Bagaimana pendapatmu? Haruskan memberitahu drama ini kepadanya?" Bertanya lagi Tan Kiam Lam.
Su Hay Khek menggoyangkan kepala.
"Untuk sementara, lebih baik ia tidak tahu." Berkata kakek aneh ini!
"Mengapa aku tidak boleh tahu?" Tan Ciu mengajukan protes.
"Kita sayang kepadamu!" Berkata Tan Kiam Pek! "Maka tidak mau menceritakan kejadian buruk ini kepadamu! Yang kau boleh tahu ialah diantara kedua orang tuamu itu pernah terjadi drama yang sangat sedih, bukanlah cerita baik!"
"Aku bersedia menerima segala pukulan!" Berkata Tan Ciu!
"Jangan. Belum waktunya." Tan Kiam Pek mempunyai pandangan penilaian yang lain dari si pemuda.
Su Hay khek turut bicara.
"Betul, Sudah pasti kita harus memberi tahu kejadian ini kepadamu. Tetapi bukan hari ini."
"Bila?" Bertanya si pemuda.
"Selelah kau mempunyai ilmu kepandaian yang lebih tinggi dari Tan Kiam Lam."
"Mengapa? Sangat tinggikah ilmu kepandaian Tan Kiam Lam?."
"Betul." Tan Kiam Pek menganggukkan kepala. "Sudah mencapai pada tingkatnya yang paling sempurna."
"Bagaimana bila dibandingkan dengan ilmu Kepandaianmu?"
"Aku?" Tan Kiam Pek menyengir. "Aku mana dapat menandinginya?"
Didalam hati Tan Ciu mengigil dingin.
Dengan ilmu kepandaian yang seperti Tan Kiam Pek masih belum dapat menandingi ilmu kepandaian Tan Kiam Lam. bukankah ilmu orang itu sudah sangat hebat sekali? Sampai dimanakah kehebatannya? Masakan tidak ada orang yang dapat mengalahkannya?
"Bukankah dia telah menjadi seorang jago tanpa tandingan?" Tan Ciu mengemukakan pendapat.
"Betul." Berkata Tan Kiam Pek. "Bagaimana ilmu kepandaianku dapat mengatasinya? Suatu hal yang tidak mungkin terjadi." Tan Ciu menghela napas.
"Segala sesuatu susah untuk diramalkan." Berkata Su Hay Khek. "Siapa tahu, pada suatu hari, ilmu kepandaianmu mencapai kemajuan besar dan mengalahkan dirinya. Itu waktulah kita beritahu rahasia itu."
"Setelah ilmu kepandaianku berada diatas dirinya?"
"Setelah ilmu kepandaianmu berada diatas dirinya. kau pasti membunuhnya."
"Membunuh Tan Kiam Lam?" Tan Ciu berteriak. "Membunuh ayahku sendiri?"
"Betul." Su Hay Khek tidak menyangsikan hal itu.
"Tidak mungkin." Berteriak Tan Ciu.
"Mungkin." Tan Kiam Pek turut bicara.
"Mungkinkah ada seorang anak yang dapat membunuh ayah sendiri?"
"Mungkin. Tapi hal ini hampir belum pernah terjadi. Bila sampai terjadi. Maka drama ini sangat penting sekali, suatu drama pembunuhan yang paling mengenaskan. Kekuatan hatimu mengalami suatu ujian berat!"
Pikiran Tan Ciu melayang jauh, di atas awang-awang tinggi, terdampar ke sana dan ke sini!!!
Si pemuda memberi peringatan kepada diri sendiri!
"Aku harus menemukan Tan Kiam Lam, yaag penting aku harus pergi kegunung Benteng Penggantungan dahulu, si Cendekiawan serba Bisa Thung Lip dibawa oleh Co Yong yen. ia tahu banyak perkara...! Tan Kiam Pek mengajukan usul. "Lebih baik kau membawa Sim In kepada gurumu dahulu."
"Bagaimana dengan Jelita Merah dan Co Yong?" Tan Ciu mengawatirkan keselamatan dua gadis itu.
"Ilmu kepandaian Jelita Merah telah kau saksikan." Berkata Tan Kiam Pek. "Kecuali orang orang dari Benteng Penggantungan keluar semua, atau ketua Benteng Penggantungan pribadi yang menangkapnya. Kukira tidak mungkin ada orang lain yang mengalahkannya! Legakanlah hatimu."
"Co Yong yang luka parah itu?"
Lebih lebih tidak boleh ditaruh didalam hati.
"Mengapa?"
"Hal ini penting sekali, Suatu hari nanti kau pasti mengerti duduk perkara."
Setelah mengucapkan beberapa patah kata lagi. Tan kiam Pek meninggalkan mereka. Berjalan lebih dahulu.
Tan Ciu dan Su Hay Khek membawa Sim In meninggalkan kelenteng itu juga, mereka berjalan dibelakang Tan Kiam Pek!
Tiba tiba, terdengar satu suara rintihan yang keluar dari semak semak pohon, tidak jauh dari jalan yang mereka lewati.
Tan Kiam Pek adalah orang pertama yang mendengar suara rintihan itu, dan dia juga yang bergerak paling cepat.
Su Hay Khek dan Tan Ciu mengikuti di-belakangnya.
Membongkar semak-semak itu. Tan Kiam Pek menyaksikan pemandangan yang penuh dengan darah. Dua wanita berbaju hitam yang telah tiada bernapas menggeletak menjadi mayat, disampingnya turut menggeletak si Jelita Merah.
Suara rintihan keluar dari mulut Jelita Merah. Wajahnya pucat, darah mengalir terlalu banyak, diapun berada didalam keadaan luka parah.
Tan Ciu yang menyusul belakangan,tidak berhasil menemukan Co Yong.
Su Hay Khek melesat maju, ia mengangkat tubuh Jelita Merah dan memanggil.
"Jelita Merah.."
Sigadis membuka matanya, segera dikenali akan kakek aneh yang telah kalah bertaruh dengannya, kakek ini tidak ubahnya sebagai perintis pembuka jalannya.
"Kau? ..." Ia mengeluarkan ucapan itu perlahan,
"Apa yang telah terjadi?" Bertanya Su Hay Khek.
"Dimana Tan Siauhiap?" Bertanya Jelita Merah. Ia tidak menjawab pertanyaan yang Su Hay Khek ajukan kepadanya.
"Aku disini." Berkata Tan Ciu yang segera menampilkan diri.
Dengan suara yang sangat lemah hampir tidak terdengar sama sekali, si Jelita Merah berkata.
"Aku telah menelantarkan tugas yang kau berikan kepadaku itu."
Tan Cin bertanya cepat. "Dimana nona Co?"
"Dia .. Dia ..." Jelita Merah jatuh lagi, lukanya terlalu hebat sampai memberi keterangan pun tidak dapat.
oo O oo
TAN KIAM PEK yang menyaksikan kejadian itu segera berkata.
"Ia sudah hampir mati. Terlalu banyak mengeluarkan darah."
"Tidak ..." Tan Ciu berteriak! "Ia tidak boleh mati."
Su Hay Khek segera memberi peringatan.
"Segera beri makan obat Seng hiat hoan bun tan itu."
Tan Ciu berteriak girang segera dikeluarkan obat Seng hiat.hoan hun tan, dan diberikannya kepada Su Hay Khek.
Su Hay Khek memasukan obat itu kedalam mulut Jelita Merah.
Tan Ciu membantu mengurut urut dan mempercepat jalan darah Jelita Merah.
Disaat mereka sedang mencurahkan semua perhatiannya kepada Jelita Merah, satu bayangan bergerak cepat bagaikan hantu gentayangan mendekati ketiga orang itu.
Lain bayangan lagi bergerak, ia mengikuti dibelakang bayangan yang pertama.
Yang didepan adalah laki-laki, sedangkan yang mengikuti dibelakangnya adalah Wanita. Mereka mengenakan pakaian warna hijau.
Terdengar wanita berpakaian hijau itn bertanya perlahan.
"Bocah itukah yang bernama Tan Ciu?"
Laki laki berpakaian hijau sedang memperhatikan gerak gerik ketiga orang itu didepannya, ia menanggukkan kepala.
"Apa langkah kita?" Bertanya lagi wanita berpakaian hijau itu, tentu saja suaranya di kerahkan perlahan, agar tidak mengganggu usaha mereka.
"Ketua Benteng kita berpesan agar Sim In tidak sampai dibawa pergi olehnya." Berkata laki laki tersebut.
"Alasannya?" Bertanya yang wanita.
"Sim In dapat membongkar semua rahasia kita." Berkata yang laki laki.
"Membunuh Sim In ?"
"Harus membunuh ketiga orang ini dahulu."
"Tenaga kita hanya dua orang..."
"Inipun cukup. Perlahan lahan kita mendekati mereka! Kemudian masing-masing membunuh satu! Setelah berhasil membokong, hanya tinggal seorang maka dengan tenaga dua orang, kita pasti dapat mengalahkannya!"
Mereka telah mendapat persepakatan, dan berjalan maju lagi semakin dekat...semakin dekat ...
Tan Ciu bertiga masih belum tahu bahwa jiwa mereka sudah diincar oleh elmaut. mereka sedang memusatkan perhatian kepada luka si Jelita Merah!
Siapakah laki laki dan wanita berbaju hijau itu?
Jelasnya mereka adalah orang-orang dari Benteng Penggantungan, dua tokoh kuat di-dalam Benteng itu.
Luka yang diderita Jelita Merah hebat, dengan kepandaian Tan Ciu, ia belum sanggup menyembuhkannya.
Tan Kiam Pek segera turun tangan, ia menempelkan kedua tangan dipundak gadis itu, demikian mencurahkan tenaga dalam kepada sang penderita luka, agar cepat pulih semangatnya.
Tan Ciu melepaskan usahanya, Ia menyudut keringat.
Disaat ini dua orang dari Benteng Penggantungan telah tiba, gerakan mereka menimbulkan suara, Tan Ciu dan Su Hay Khek membalikkan kepala!
"Aaaaaa...."
Wajah mereka berubah. Tan Kiam Pek yang sedang memusatkan seluruh perhatiannya tidak boleh terganggu, sedikit halangan akan melukai dirinya.
Su Hay Khek menghadapi dua orang Benteng Penggantungan.
"Siapa kalian?" Ia membentak.
Wanita berbaju hijau mengeluarkan suara dingin.
"Kau tidak perlu tahu!"
"Apa maksud tujuan kalian?"
"Merengut jiwa semua orang."
Su Hay Khek telah menduga akan menerima jawaban yang seperti ini,dengan mengambil posisi disamping kanan Tan Ciu, ia telah siap sedia.
Wanita berbaju hijau mendekati Tan Kiam pek mengirim satu pukulan. Sebat sekali gerakannya.
Su Hay Khek melesat dan mewakili Tan Kiam Pek menerima pukulan ini, Maka berdua telah bertempur menjadi satu.
Disaat yang sama, Tan Ciu berhadapan dengan laki-laki berbaju hijau itu, merekapun menguji ilmu kepandaian masing-masing.
Empat orang terpisah menjadi dua rombongan, melangsungkan pertandingan perang silat.
Tan Kiam Pek dapat mendengar sesuatu ia membuka matanya yang dimeramkan. Dilihat kedatangan dua musuh itu, tetapi ia tidak boleh melepaskan usaha ditengah jalan, dikatupkan lagi kedua mata itu, mempercepat proses penyembuhan luka Jelita Merah.
berlangsung belasan gebrak, ternyata Tan Ciu bukan tandingan laki-laki berbaju hijau itu. keadaan si pemuda agak terdesak.
Difihak lain, Su Hay Khek mendapat tandingan yang setimpal. Kekuatan mereka ternyata sama kuat.
Suatu ketika, Su Hay Khek melirik kearah kawannya, didalam hati kakek aneh inipnn mengerti, ia harus cepat-cepat mengakhiri pertempuran. Bila terlambat, pasti Tan Ciu menderita kerugian. Dan itu waktu, sulitlah mempertahankan fihaknya.
Wanita berbaju hijau itupun berkepandaian tinggi, dalam waktu yang singkat, mana mungkin Su Hay Khek menarik satu keuntungan darinya!
Su Hay Khek segera mengadu juga, ia menggeram keras den mengirim satu pukulan yang terkeras, maksudnya menjatuhkan lawan dengan menerima sebagian luka.
Bagi seorang yang sedang menjalankan pertempuran, tidak boleh lengah atau gentar, cara-cara Su Hay Khek bertempur tadi adalah menjadi pantangan tengkar, wanita berbaju hijau itu telah lompat menyingkir dari induk serangan dan mengirim satu bacokan tangan, langsung memasuki baris pertahanan lawannya.
Beek... , Dada Su Hay Khek menderita pukulan keras.
Kakek aneh itu ada niatan mengadu jiwa, ia menahan rasa sakit dan memberi pukulan balasan. Dua telapak tangan beradu lagi, dan mereka sama sama mundur kebelakang.
Su Hay Khek menderita luka sampai dua kali, hebat sekali luka itu.
Ia jatuh.
Wanita berbaju hijau itnpun terluka, hanya luka-lukanya tidak mengganggu jalan pertempuran.
Tan Ciu terkejut, disaat ini. Jarak mereka sangat dekat. Maka ia memukul wanita berbaju hijau tersebut.
Sipemuda berbasil, hanya satu kali pukulan ia membuat wanita mengerang sakit.
Laki laki baju hijau marah, ia memukul Tan Ciu.
Su Hay Khek lompat menubruk, menyelak diantara kedua orang itu yang lagi mau meneruskan pertempuran mereka!
Sampai disini, jalan pertempuran sudah menjadi kalut. Boleh dikata empat orang tersebut saling pukul semerawut.
Laki berbaju hijau itu memberikan pukulan tangan!
Su Hay Khek sudah menyingkir dari pukulan ini, dengan semua sisa tenaga yang ada, mereka bergumul menjadi satu.
Suatu hal yang berada diluar dugaan lelaki itu. betul ia berhasil menjatuhkan Su Hay Khek sehingga tidak dapat bangun lagi. akan tetapi dia sendiri pun terluka, dari mulut mengeluarkan darah.
Tan Ciu meneruskan usahanya untuk membunuh laki laki berbaju hijau itu. Tentu saja sang lawanpun tidak tinggal diam, walau berada didalam keadaan luka, tetap ia mempertahankan jiwanya, mereka bergumul menjadi satu.
Luka wanita berbaju hijaupun tidak ringan, ia merangkak kearah Jelita Merah dan Tan Kiam Pek. Maksudnya menggagalkan usaha penyembuhan luka seperti itu.
Dua orang itu tidak bergerak, yang satu mederita luka parah, yang lainnya sedang berusaha untuk mengembalikan jiwa sipenderita luka kedunia yang ramai.
Jarak wanita berbaju hijau dengan Jelita Merah sudah dekat sekali.....
Jelita Merah tidak mungkin menghindari malapetaka ini. Sedangkan Tan Kiam Pek belum selesai menamatkan satu putaran peredaran darahnya.
Tangan wanita berbaju hijau itu sudah mulai diangkat ...
Tan Ciu tidak dapat memenghindarkan diri. Ia masih bergumul dengan laki-laki berbaju hijau, Su Hay Khek menderita luka sehingga beberapa kali, ia menggeletak ditanah, seolah-olah sudah tidak bernapas.
Mungkinkah Jelita Merah harus menerima kematian seperti ini?
Tidak!!!
Terlibat suatu bayangan melesat dan melempar tubuh wanita berbaju hijau itu. Terdengar jeritan panjang, wanita berbaju hijau tersebut jatuh menggeletak.
Disana telah bertambah seorang wanita, berkerudung hitam. Wanita inilah yang menolong jiwa Jelita Merah.
Terdengar lain jeritan, itulah suara si laki laki berbaju hijau yang sudah mati ditangan Tan Ciu.
Dikala Tan Ciu ingin memberi pertolongan, wanita berkerudung hitam itu telah menampilkan dirinya dan menolong jiwa Jelita Merah.
Tan Ciu memberi hormat.
"Atas bantuan cianpwee, dengan ini boanpwe menghaturkan banyak terima kasih.
"Sama-sama." katanya.
Ia memeriksa orang yang baru ditolong. Tiba tiba matanya terpaku pada wajah Tan Kiam Pek.
"Aaaaa..."
Tubuh wanita berkerudung hitam itu menggigil gemetaran.
Hal ini tidak lepas dari mata Tan Ciu, apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Siapakah wanita berkerudung hitam ini? Mengapa gentar kepada Tan Kiam Pek?
Dengan suara gemetar, wanita berkerudung Mtam itu bergumam.
"Dia?"
Tangannya diangkat, seperti mau memukul Tan Kiam Pek.
Tan Ciu terkejut, cepat ia membentak!
"Hei kau mau apa?"
"Membunuh manuisa durjana ini."Wanita berkerudung hitam itu menunjuk Tan Kiam Pek.
"Mengapa?"
"Dia Tan Kiam Lam."
Hati Tan Ciu mencelos.
"Orang ini bernama Tan Kiam Lam?" Ia meminta ketegasan.
"Betul." Berkata wanita berkerudung hitam itu.
"Kau tahu pasti ?"
Pertanyaan yang seperti ini, berada diluar dugaan wanita berkerudung hitam itu, tangan yang sedianya mau membunuh Tan Kiam Pek turun lagi.
"Mungkinkah dia bukan Tan Kiam Lam?" Ia bertanya kepada sipemuda.
"Dia menyangkal orang memanggilnya sebagai Tan Kiam Lam." Tan Ciu memberi keterangan.
Wanita berkerudung hitam itu bergumam?
"Tidak mungkin... Tidak mungkin..."
Matanya memandang ketempat jauh.
Tan Ciu harus membuka rahasia ini, ia berkata!
"Dikatakan bahwa dia adalah saudara kembar Tan Kiam Lam yang bernama Tan Kiam Pek"
"Ouw!!!" Wanita berkerudung itu memperhatikan wajah Tan Kiam Pek.
Tan Ciu menantikan terbukanya rahasia teka teki ini!
Beberapa saat kemudian, baru wanita berkerudung hitam itu berkata.
"Betul! Dia bukan Tan Kiam Lam."
Tan Ciu segera mencetuskan kata-kata dan mengajukan pertanyaan!
"Kau dapat membuktikan betul betul bahwa dia bukan Tan Kiam Lam?"
"Dapat," Berkata wanita berkerudung hitam itu.
Tan Ciu menjadi bingung.
Wanita berkerudung hitam itu berkata,
"Hal ini mudah dibedakan! Betul bentuk wajah dan raut mukanya tak ada perbedaan, tetapi daun kuping yang sebelah kiri Tan Kiam Lam mempunyai andeng andeng hitam yang besar, andeng-andeng hitam ini tidak mungkin dioperasi dengan tidak meninggalkan bekas sama sekali! Sedangkan orang ini tidak mempunyai andeng-andeng hitam itu, juga tidak ada tanda-tanda luka luka bekas operasian, maka ia bukan Tan Kiam Lam."
Tan Ciu dapat diberi mengerti. Kini ia tahu pasti bahwa Tan Kiam Pek itu betul betul saudara kembar Tan Kiam Lam.
Tan Kiam Lam adalah manusia misterius yang aneh, ilmu kepandaiannya tinggi, bagaimana dengan penghidupannya?
Wanita berkerudung hitam ini pun ingia membunuh Tan Kim Lam. Apakah kesalahan Tan Kiam Lam, sehingga menimbulkan bahaya permusuhan?
Dari lagu suara wanita berkerudung hitam ini, Tan Ciu tahu pasti bahwa orang belum tua betul. dikira kira wanita setengah umur. Siapakah wanita berkerudung hitam ini? Mengapa menutup wajah diri mendiri?
Apa hubungannya dengan Tan Kiam Lam?
Pertanyaan pertanyaan tadi menyelubungi pikiran sipemuda, maka ia mengajukannya langsung kepada orarg yang bersangkutan.
"Cianpwe kenal dengan Tan Kiam Lam?"
"Ng ....!!"
"Diantara kalian pernah terjadi dendam permusuhan.?"
Sekali lagi, tubuh wanita berkerudung hitam itu menggigil.
"Betul." Ia menjawab pertanyaan si pemuda.
"Bagaimanakah terjadinya dendam permusuhan itu?" Bertanya lagi Tan Ciu.
"Aku tidak dapat menceritakan kepadamu!" berkata wanita berkerudung hitam itu!
"Mengapa?".
"Tidak dapat." Kini ia menatap wajah Tan Ciu mantep "Kau anak keluarga Tan juga?"
"Betul." Tan Ciu menganggukkan kepalanya.
"Putra Tan Kiam Lam?" Bertanya wanita berkerudung hitam tersebut.
"Mungkin juga."
"Mengapa mengatakan keterangan dengan jawaban sepati ini?"
"Aku belum dapat menemukan bukti bukti yang jelas dan dipercayai." Berkata Tan Ciu.
"Belum dapat menemukan bukti bukti yang jelas dan dipercaya?"
"Betul." Berkata Tan Ciu terus terang. "Aku tidak tahu tentang keluargaku sendiri."
"Siapa yang tahu keadaan keluargamu?"
"Kakakku Tan Sang."
Tubuh wanita berkerudung hitam itu tersentak sedikit, kata kata Tan Sang itu mengejutkan dirinya!
Tan Ciu tidak memperhatikan keadaan tersebut, ia menambah keterangannya.
"Sayang Tan Sang telah mati digantung orang"
"Ng..."
"Pohon Penggantunganlah yang merenggut jjwa kakakku itu." Berkata lagi Tan Ciu.
Wanita berkerudung hitam mengeluarkan suara keluhan panjang, Ia bergumam seorang diri!
"Ahhh... Cepat sekali... Sembilan belas tahun telah dilewatkan begitu ssja.."
Tan Ciu terkejut,
"Apa?" Ia tersentak dari keadaan yang sebenarnya.
Wanita berkerudung hitam itu cepat menutup mulut.
"Tidak mangapa... Tidak mengapa..." Ia berkata cepat. "Baik-baiklah kau menjaga diri sendiri dan juga diri mereka, aku harus pergi!"
Tubuhnya melesat dan meninggalkan Tan Ciu, Meninggalkan dua mayat orang dari Benteng Penggantungan dan meninggalkan Su Hay Khek, Tan Kiam Pek dan Jelita Merah.
Tan Ciu masih bengong memandang lenyapnya bayangan wanita berkerudung hitam itu. Dirasakan ada sesuatu yang aneh pada wanita tersebut.
Siapa dia.
Mari kita menyusul sebentar keadaan wanita berkerudung hitam itu.
Ditempat yang agak jauh dari tempat Tan Ciu sekalian berada, wanita berkerudung nilam itu menggabungkan diri dengan pembantunya.
Pembantu wanita berkerudung hitam itu adalah seorang gadis cantik. Mereka berjalan berendeng.
"Pei Pei!!!!" panggil wanita berkerudung hitam itu.
Gadis yang dipanggil Pei Pei itu memandang. Ia agak heran atas kelakuan yang belum lama diperlihatkan kepadanya.
"Mari kita pulang!" Berkata wanita berkerudung hitam itu.
"Suhu." panggil gadis yang bernama Pei pei itu! "Diakah yang suhu maksudkan?" Ternyata mereka adalah guru dan murid!
"Ng ..."Garu Pei Pei itu mengangguk-anggukkan kepala.
"Dia sudah tahu?" Bertanya lagi Pei Pei kepada gurunya.
"Aku tidak memberi tahu kepadanya?" Berkata wanita berkerudung hitam itu.
"Mengapa?" Pei Pei menjadi heran.
"Aku tidak menginginkan ia tahu siapa diriku, memberitahu hal ini kepadanya terlalu pagi akan mengganggu keadaannya."
"Bukankah kau sering mengenang dirinya?"
"Tadi telah bersua dan melihat jelas."
"Itu hanya sepintas lalu, mengapa tidak seterusnya?"
"Aku puas melihat ia masih hidup, sudah dewasa dan mempunyai badan yang tegap, ilmu kepandaian yang tinggi."
"Tapi..."
"Aku sudah puas dapat mengetahui keadaan dirinya. aku sudah puas dapat bertemu muka dengan dirinya..." Lagi lagi wanita berkerudung hitam ini menghela napas.
Mereka guru dan murid melakukan perjalanan.
Dan lenyap tidak kelihatan!
Siapakah mereka?
Mari kita menyaksikan bagian berikutnya.
000O000
KEMBALI bercerita tentang Tan Ciu.
Setelah ditinggalkan oleh wanita berkerudung hitam yang misterius itu, sipemuda masih bengong saja ditempatnya. Tidak henti-hertinya ia berpikir, siapakah wanita tersebut? Mengapa hatinya berdebar keras?
Tiba tiba... Terdengar suara rintihan orang. Itulah suara rintihan Su Hay Khek yang menderita luka parah.
Tan Ciu terkejut. Cepat ia menghampiri orang tua aneh itu.
Disana, Su Hay Khek terbaring lemah, keadaannya sunggah payah,napasnya sudah menjadi satu dengusan yang tidak teratur, seolah olah orang yang menantikan waktu ajalnya.
Tan Ciu menubruk ketempat orang tua itu.
"Cianpwee..." Ia memanggil.
Su Hay Khek masih berusaha tertawa, tertawa sedih, Ia terlalu banyak mengeluarkan darah.
Melihat hal ini, cepat Tan Ciu mengeluarkan obat Seng-htat hoan-hun-tan!
"Cianpwee, makanlah obat ini!" Ia harus menolong orang tua itu!
Su Hay Khek menggeleng-gelengkan kepala, ia menolak.
"Aku sudah tiada guna!" Ia berkata!
"Makanlah obat ini! ia akan membantu menambah darahmu!" Masih Tan Ciu berusaha.
Su Hay Khek menggeleng-gelengkan kepala lagi, ia kukuh tidak mau menerima pemberian obat itu.
"Urat nadiku telah putus banyak." Ia berkata. "Tiada gunanya lagi... Obat mujarab apapun ... tidak dapat menolong ... urat nadi yang sudah putus."
"Cianpwe..." Tan Ciu msngucurkan air mata.
Su Hay Khek menyengir. "Jangan kau menangis." Ia berkata. "Setiap orang pasti mati... hanya bagaimana kematian ... yang menimpa dirinya ... Aku sege ma..ati... tetapi aku puas... Aku mati tak percuma ... "
"Tidak, Kau tidak boleh mati!"
"Suddhlah, biar bagaimana ... aku akan mati... Sebelum meninggalkan dunia ini ... Aku ingin meninggalkan tenaga kekuatanku ... kepadamu,"
"Cianpwe...."
"Duduklah didekatku." Perintah Su Hay Khek.
Tanpa banyak komentar, tangan kanan Su Hay Khek telah menempel diubun ubun Tan Ciu.
"Jangan banyak pikir." Ia berkata cepat. "Satukanlah peredaran darahmu dengan peredaran darahku."
Tan Ciu mengikuti petunjuk orang tua aneh itu.
"Terjanglah Seng su seng-koan." Berkata lagi Su Hay Khek. "Cuci dan bersihkan di diri dua belas tingkatan peredaran jalan darah.. ..kemudian ... bersihkan diri dari segala pikiran ..... kumpulkan di Cit-seng-ceng meh."
Satu hawa hangat meresap masuk kedalam tubuh Tan Ciu, si pemuda telah menyatukan peredaran darah mereka, maka dengan mudah pertukaran peredaran darah itu menjadi satu.
Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, Su Hay Khek telah mengeluarkan semua kekuatannya dan diserahkan kepada Tan Ciu.
Disaat ini, Tan Kiam Pek yang memutarkan peredaran darah Jelita Merah telah hampir selesai.
Wajah Jelita Merah yang pucat telah bersemu merah, suatu tanda bahwa ia telah bebas dari ancaman bahaya.
Tan Kiam Pek mengempos tenaganya yang penghabisan sekali dan selesailah penyembuhan dengan cara seperti itu.
Dilain bagian, tangan Su Hay Khek yang menempel pada Tan Ciu telah lemas, ia kehabisan tenaga.
Su Hay Khek mati.
Urat nadinya putus. Tenaganya dikuras bersih dan menghembuskan napasnya yang terakhir dengan rela.
Dikala Tan Ciu sadar, orang tua itu telah memeramkan mata untuk selama lamanya. Terhadap kakek yang berbudi luhur ini, Tan Ciu menaruh salut yaog tinggi, ia menangis dan mengucurkan air mata keedihan yang tidak terhingga.
Tan Kiam Pek telah selesai menghidupkan jiwa Jelita Merah. Mengatur tenaga beberapa lama, mengembalikan kekurangan kekuatannya yang tadi dan membuka kedua matanya. Dilihat keadaan yang seperti itu,ia terkejut.
"Eh, apa yang telah terjadi?" ia mengajukan pertanyaan.
"Dia telah meninggal dunia !" Tan Ciu menyusut air mata.
"Aaaaaaa"
Tan Ciu menceritakan segala yang belum lama telah terjadi.
"Kasihan," berkata Tan Kiam Pek, "mari kita mengebumikan orang tua ini?"
Tan Kiam Pek dan Tan Ciu menggali tanah, mereka mengebumikan jenazah si kakek aneh Su Hay Khek, Jelita Merah sudah membuka kedua matanya.
Tiga orang menaruh hormat yang penghabisan kali kepada makam Su Hay Khek, lama mereka mengenang orang tua yang telah berkorban untuk keselamatan semua orang.
Berapa lama kemudian, baru Jelita Merah berkata.
"Syukur kalian tiba tepat pada waktunya dan berhasil menolong jiwaku. Budi ini tidak dapat kulupakan."
"Sudah nenjadi kewajiban manusia untuk tolong menolong." Berkata Tan Kiam Pek.
Jelita Merah memandang Tan Ciu.
"Tan siauwhiap." Ia memanggil. "Aku menelantarkan urusanmu."
Tan Ciu menghela napas.
"Bukan salahmu." Ia berkata, "mereka adalah orang orang dari Benteng Penggantungan."
"Betul! Orang orang dari Benteng Penggantungan itu yang mencelakai kita."
"Tidak kusangka, benteng itu mempunyai banyak tokoh silat yang berkepandaian tinggi"
"Betul..." Berkata Jelita Merah. "Gerakannya gesit. Ach, Nona Co telah dibawa oleh mereka, tentunya mengalami penderitaan."
"Kita telah berusaha." Berkata Tan Ciu sambil menghela nafas. "Apa mau dikata, takdir telah mempermainkan kita."
Tan Kiam Pek memandang mereka sebentar dan berkata.
"Kalian berdua boleh merundingkan hal ini baik-baik. Aku harus pergi lebih dahulu."
"Cianpwee ingin kemana?" Bertanya Tan Ciu
"Aku? Aku harus kembali menyakinkan ilmu silat dengan lebih tekun lagi. Biar bagaimanapun juga, aku harus menyelesaikan persengketaan dengan si ketua Benteng Penggantungan. ilmunya tinggi, aku harus berusaha keras agar tidak dikalahkan olehnya."
"Bila betul dia adalah engkohmu?" Tan Cin ragu ragu!
"Tetap kubunuh juga,"
"Tidak ada jalan lain?"
"Kukira tidak!"
Tiba tiba Tan Ciu teringat sesuatu, ia berkata "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu."
"Tentang urusan apa?" Bertanya Tan Kiam Pek.
Tan Ciu menceritakan munculnya wanita berkerudung hitam yang menolong jiwa mereka itu. Dan mengajukan pertanyaan, bila Tan Kiam Pek kenal dengan seorang wanita yang berkepandaian ilmu silat tinggi tersebut.
"Dugaanmu jatuh pada siapa?" Bertanya Tan Kiam Pek
"Inilah yang ingin kutanyakan kepada cianpwe." Berkata Tan Ciu.
"Ia mengatakan bahwa aku bernama Tan Kiam Lam?"
"Betul!" Tan Ciu menganggukkan kepala. Dikatakan juga bahwa pada daun kuping Tan Kiam Lam ada andeng-andeng hitam yang besar?".
"Betul sekali" Tan Ciu membenarkan pertanyaan ini.
"Kukira dia."
"Siapa?"
"Siapa? Ibumu."
"Hah?" Tan Ciu berteriak. "Ibuku?"
"Betul. Melati Putih."
"ia masih hidup didalam dunia?"
"kukira masih." Tan Kiam Pek menganggukkan kepala. "Hanya aku belum dapat memastikan tentang hal ini. Pada suatu hari kau akan tahu kebenaran dari dugaanku ini! Bersabarlah dan jangan banyak berpikir yang bukan bukan."
Tan Ciu menerima kritik tersebut dan menganggukkan kepalanya. Tan Kiam Pek berkata. "Aku harus pergi."
"Selamat jalan." Berkata Tan Ciu.
"selamat tinggal." Berkata Tan Kiam Pek.
Dan Jelita Merah turut mengantarkan pula. Tubuh Tan kiam Pek melesat, sebentar kemudian sudah lenyap dari pandangan mata. Jelita Merah memandang si pemuda, ia berkata.
"Akupun harus meninggalkanmu. Aku...Aku harus kembali dan memberi tahu segala kejadian ini kepada guruku." Berkata Jelita Merah.
"Siapakah tokoh silat yang menjadi gurumu?" Bertanya Tan Ciu.
"Dia... Dia berpesan agar tidak menyebut namanya." Berkata Jelita Merah. "Kau tidak marah?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Kau betul putra Tan Kiam Lam?" Bertanya Jelita Merah.
"Tidak tahu." Berkata Tau Ciu!
"Kuharap saja bukan!" Berkata Jelita Merah.
"Mudah-Mudahan... gurumu juga mempunyai dendam permusuhan dengan Tan Kiam Lam?"
"entahlah." Berkata Jelita merah. "Tugasku hanya untuk mencari Tan Kiam Lam. Lebih dari itu. aku tidak diberi tahu!"
"Gurumu itu seorang wanita?"
"Betul." Sigadis tertawa sedih.
"Kau masih ingat bahwa aku berjanji untuk menceritakan drama sedih tentang aku dan guruku?"
"Ingat." Tan Ciu menganggukkan kepala. Jelita Merah berkata.
"Tentang cerita guruku, biar kututurkan lain kali. Kini aku akau berbicara tentang diriku.
Tan Ciu memandang gadis itu.
"Aku adalah seorang wanita yang sangat menderita." Jelita Merah mulai bercerita. "Sudah ditakdirkan hidupku merana. Pada saat aku berumur enam belas tahun, aku kenal dengan seorang pemuda yang bernama Chiu It Cong tidak disangka, ia menipu diriku. aku telah dipermainkan olehnya, dan setelah ia berhasil mendapatkan diriku, Ia lenyap begitu saja. entah kemana ia melarikan diri."
"Dia mati?"
"Mana kutahu. Telah beberapa tahun, kuselidiki jejaknya tanpa hasil."
"Bilaa kau berhasil menemukannya, bagaimana?" Tan Ciu mengajukan pertanyaan ini,
"Membunuhnya." Berkata Jelita Merah gemas. "Tidak sedikit yang telah kuberikan kepadanya. Terlalu banyak yang telah didapat olehnya."
"OuW...." Tan Ciu menatap Jelita Merah. Ternyata dia sudah bukan gadis lagi. Jelita Merah menghela napas.
"Tan Siauwhiap," ia memanggil perlahan. "Kuharap saja kau tidak memandang rendah diriku. Kuharap kita dapat mengikat tali persahabatan."
"Aku bersedia menjadi kawanmu." Berkata Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Sungguh?"
"Tentu sungguh."
Jelita Merah tertawa manis, "Terima kasih kepada janjimu ini!" Ia berkata. "Kini aku harus pergi dahulu! Selamat jalan!"
"Selamat jalan."
Mereka sama sama mengucapkan selamat perpisahan dan Jelita Merah berangkat terlebih dulu.
Tan Ciu mengambil tubuh Sim In yang telah ditotok jalan darahnya, pemuda ini harus menyerahkan tawanan itu kepada gurunya. Ia pulang kearah tempat si Putri Angin Tornado.
Singkatnya cerita, Tan Ciu telah tiba di-tempat tujuan.
Didepan suatu goa, Tan Ciu menggendong tubuh Sim In dan berlari datang.
Dari dalam guha terdengar satu suara yang membentak.
"siapa?"
"Suhu, aku telah kembali!" Tan Ciu memberi sahutan.
Ternyata orang yang berada didalam goha itu adalah guru sipemuda Tan Ciu, si putri Angin Tornado yang pernah menggemparkan rimba persilatan itu.
"Oh. Tan Ciu. kau telah kembali! Masuklah!" Inilah suara si Putri Angin Tornado. Dia adalah guru Tan Ciu yang berkepandaian silat tinggi.
BERSAMBUNG JILID 6
Label: pohon keramat