Kamis, 28 Oktober 2010
karya : KHU LUNG
by aaa
KATA PENGANTAR
POHON penggantungan terletak di-dalam sebuah rimba raya yang gelap,kecuali sebuah pohon gundul ditengah-tengah rimba itu, semua pohon-pohon bersemi berdaun lebat.
Pohon gundul itulah yang disebut sebagai Pohon Penggantungan.
Mengapa ?
Yang diartikan dengan pohon penggantungan ialah pohon yang digunakan untuk menggantung sesuatu, disini ialah menggantung manusia.
Cerita dimulai sedari tiga tahun yang lalu, pertama kali pohon gundul yang sudah hampir mati itu memegang sebagai peraturan cerita.
Pada suatu hari, diatas pohon gundul yang sudab hampir mati itu tergantung seorang gadis, mati tidak bernapas.
Tahun kedua, ditempat yaog sama, tergantung pula gadis lainnya.
Demikian juga terjadi pada tahun ketiga, seorang gadis, cantik pula yang kedapatan mati tergantung pada pohon itu.
Pohon tua, gundul tidak berdaun pohon yang sudah hampir roboh itu dinamakan Pohon Penggantungan.
Mungkin terjadi dugaan yang menyaksikan seramnya pohon penggantungan itu. Apa yang diherankan, bila seseorang bunuh diri diatas sebuah pohon.
Tidak mungkin mereka bunuh diri saudara.
Ingin mengetahui alasan-alasannya?
Mari kita uraikan sebagai berikut.
1. Setiap orang yang mati digantung di-atas pohon penggantungan ialah berupa anak gadis yang muda belia, ciri ciri yang paling khas ialah mereka mempunyai wajah yang cantik.
2. Bila perawan cantik yang tidak mempunyai ilmu kepandaian, mungkin mudah dihina dan digantung orang. Pokok persoalan ialah tidak seorangpun dari korban-korban itu yang tidak berilmu tinggi. Mereka berupa tokoh tokoh silat yang cukup ternama.
Waktu terjadinya drama penggantungan ialah disekitar malam Tong ciu, hari Pek gwe Cap gwe.
Mengingat ketiga alasan diatas ini, putusan yang paling tepat ialah, para korban yang mati diatas pohon penggantungan bukan dikerenakan bunuh diri, tetapi dibunuh atau digantung orang!
Di bunuh orang?
Memeriksa tubuh para gadis yang digantung diatas pohon penggantungan, tidak ada tanda tanda luka atau ciri ciri dibunuh orang. Tidak ada tanda tanda bahwa mereka mati diserang penyakit.
Mati tua tentu tidak mungkin karena umur mereka masih muda.
Mati diserang wabah penyakitpun sulit di terima, karena tidak mungkin terjadi pada waktu yang ditetapkan.
Inilah yang membikin pusing kepala. Bila tidak ada keanehan lainnya, cerita ini sudah boleh ditutup segera. Yang lebih aneh lagi ialah, dua hari setelah mereka mati digantung diatas pohon penggantungan, jenazah jenazah para gadis cantik itu lenyap tanpa bekas.
Bila tidak ada tangan jail yang menggantung para gadis itu dan meletakkannya di atas pohon penggantungan, tentu tidak mungkin?
Bila tidak ada tangan usil yang menurunkan jenazah jenazah itu dari atas pohon penggantungan, tentu tidak mungkin.
Siapa tangan jail itu ?
Siapa tangan usil itu. Seoranglah yang memegang peranan sebagai si tangan jail dan si tangan usil? Apa maksud tujuannya? Baik? Atau jahat?
Mari kita mulai mengikuti jalan cerita...
POHON KRAMAT
karya : KHU LUNG
jilid 1
POHON Penggantungan pasti membawa korban.
Disebutnya nama Pohon Penggantungan menyebabkan menggerindingnya bulu roma. teristimewa para gadis-gadis yang berkepandaian ilmu silat.
Takhayul percaya bahwa dikala menjelang hari Tong ciu, pencipta drama pohon penggantungan sedang gentayangan mencari mangsa.
Pe gwee Tong ciu semakin mendekat, pesta kuweh yang ramai itu mengingatkan nasib para gadis yang sudah dipilih menjadi korban, para gadis yang akan mati diatas tiang penggantungan.
Inilah hari sebelum terang bulan. Tiga hari lagi, orang-orang akan bersembahyang dengan pesta kuweh, menghadangi bulan purnama yang indah.
Dikala matahari hampir terbenam. Ketegangan meliputi sebuah ramah yang dibangun diantara rumpun bambu, daerah ini dikelilingi oleh sungai kecil, dengan airnya yang jernih, semakin menonjol ketenangan di sekitar itu.
Han san Siauw ciok, demikianlah nama rumah itu. Penghuni Han-san Siauw ciok bernama Thung Lip dengan gelar kependekarannya Hong tin Kie su atau Cendekiawan Serba bisa, ia menatap dan melewatkan hari tuanya ditempat ini. Tidak seorangpun yang berani mengganggunya, karena dia adalah tokoh silat yang dihormati dan disegani.
Sedari Thung Lip menetap di Han-san Siauw ciok, para jago silat tidak berani mengganggu ketenangannya, membiarkan jago tua itu hidup tenang tentram, bebas dari kerusuhan, kerisauan dan pertengkaran pertengkaran yang sering terjadi didalam rimba persilatan. Hari ini terkecuali.
Diempat sudut Han san Siauw Ciok, masing-masing berdiri dua orang penjaga! Demikian juga daerah lain-lainnya. tugas mereka adalah menjaga keamanan dan ketentraman. Kepala keamanan adalah dua jago kenamaan, mereka adalah Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek dan jago Tanpa Tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng.
Dari penjagaan yang kuat ini mudah diduga bahwa Han-san Siauw ciok. Bahkan, perkara ini tentu sangat penting sekali.
Tiba tiba ....
Suatu bayangan sedang melewati sungai perbatasan Han san Siauw ciok, melewati rumpun bambu dan mendekati bangunan rumah.
Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek memapaki kedatangan orang itu, seraya membentak.
"Siapa?"
Orang yang datang adalah seorang pemuda, umurnya berkisar diantara dua puluhan, wajahnya tampan dan cakap. sayang terlalu sombong, dingin, tidak mudah didekati.
Si pemuda memandang Thiat Kiam Khek, Ia menunjukkan wajahnya yang sangat tidak memandang mata.
Thiat Kiam Khek segera menduga tokoh silat golongan muda yang berkepandaian tinggi, ia mengajukan pertanyaan.
"Saudara mencari siapa?"
"Thung Lip,"
jawaban pemuda ini singkat. Thiat Kiam Khek marah, belum pernah ada orang yang memanggil penghuni Han-san Siaw ciok seperti itu, terlalu kurang ajar sekali, bila tidak ingin mencari gara-gara. tak mungkin pemuda ini menyebut nama Thung Lip langsung. Didalam rimba persilatan, berapa orangkah yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dari si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip?
Kekurangan ajaran si pemuda tadilah yang membuat Thiat Kiam Khek naik darah, dan marah,
"Saudara dari mana?"
Untuk menjaga ketenangan mereka yang masih mengadakan rapat di dalam Han-san Siauw-ciok, Thiat Kiam Khek menahan sabar.
"Kau tidak berhak tahu,"
Jawaban pemuda itu semakin kurang ajar.
"Hm... " Thiat Kiam Khek mengeluarkan suara dari hidung. "Ingin mengadakan kekacauan? Lihatlah dahulu, siapa yang berada didepanmu."
"Kau kira aku tidak tahu bahwa Thung Lip mengundang tokoh tokoh ternama untuk membantu usahanya ?"
"Kau juga termasuk salah seorang undangan?"
"Thung Lip mana mau memandang mata kepadaku"
"Oooo, begitu. Silahkan kau pergi lagi."
"Thiat Kiam Khek..." Pemuda itu langsung memanggil nama orang "Kau tidak mau memberi tahu tentang kedatanganku?"
"Kurang ajar." Thiat Kiam Khek marah besar. "Kau memang mercari mati!"
Cepat sekali, si Pendekar Pedang Keras Thian Kiam Khek telah mengeluarkan pedang, gerakan dan ancaman pedang Thiat Kiam Khek cepat sekali. Begitu terlihat sinar pedang berkelebat, ujung pedang telah hampir mengenai dada orang.
Pemuda itu ada menggembol pedang, dengan kecepatan yang tidak kalah gesitnya, ia telah meloloskan pedang tersebut dan menyabet pedang lawan.
Terdengar suara pedang yang beradu. Thiat Kiam Khek terpukul mundur. Pemuda itu tidak mendesak, sebaliknya menyimpan kembali pedangnya.
Thiat Kiam Khek mematung ditempat. Sebagai seorang ahli pedang, ia tidak sempat melihat bagaimana lawan itu membikin pembelaan. Ia menyerang lebih dahulu, sebelum si pemuda mengeluarkan pedang. Tetapi kenyataan ia dapat dikalahkan.
Pemuda itu tertawa dingin, katanya. "Thiat tayhiap. dengan ilmu kepandaianku tadi, bolehkah kau memberi tahu tentang kedatanganku?"
Thiat Kiam Khek tersadar dari lamunannya. Kemarahannya yang meluap-luap tidak ada tempat, ia membentak keras dan mengincar tiga bagian tubuh si pemuda, cepat luar biasa.
Si pemuda lompat menyingkir, ringan dan gesit sekali.
Terjadinya kegaduhan telah memanggil si Jago Tanpa Tandingan di daerah Tui San. Tubuhnya melayang dan meletakkan kaki tidak jauh dari tempat kejadian.
Pemuda asing menudingkan jari tangannya kearah Thiat Kiam Khek berkata.
"Seranganmu pertama tidak kubalas karena harus menghormati kau. Serangan kedua tidak kubalas karena mengalah kepadamu. Bila sekali lagi kau menyerang diriku..... Hm.... hm.... Hati hatilah menjaga batok kepalamu."
Inilah suatu ancaman?
Thiat Kiam Khek dapat mengukur betapa tinggi ilmu pedang pemuda ini, dirinya bukan tandingan setimpal. Bila ancaman itu dilaksanakan. memang besar kemungkinannya bahwa batok kepalanya terpisah dari tempat asal.
Jago tanpa tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng belum mengerti duduk perkara, ia mengajukan pertanyaan.
"Saudara Thiat, apa yang telah terjadi?"
"Bccah ini mau mengacau rapat."
Thiat Kiam Khek menjawab pertanyaan kawannya,
"Ooo." Lie Kee Ceng memandang pemuda asing itu, "Bagaimana dengan sebutan saudara yang mulia? Dengan maksud tujuan apakah berkunjung ke Han san Siauw ciok?"
"Maksud kedatanganku kemari untuk bertemu muka dengan Thung Lip."
Jawaban pemuda itu tidak lebih dari dua patah kata.
Thiat Kiam Khek dan Lee Kee Ceng saling pandang, Resiko membiarkan seorang berkepandaian tinggi seperti pemuda itu masuk kedalam Hau san Siauw ciok menghadiri rapat penting, adalah suatu perkara yang menguntungkannya. Mereka tidak dapat membceri putusan.
Tiba tiba terdengar satu suara dari dalam Han-san Siauw ciok.
"Saudara Lie, silahkan ia masuk."
Itulah suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip.
Lie Kee Ceng dan Thiat Kiam Khek mengajak pemuda itu masuk sendiri, kemudian kembali keluar.
Diluar, Lie Kee Ceng mengajukan pertanyaan
"Ia mencari keributan?"
"Kemungkinan ini memang besar." Berkata Thiat Kiam Khek.
"0ooo .."
"Ilmu kepandaiannya tinggi."
"Hmm ... Bila ia berani menempur semua orang di sini, tentunya sudah bosan hidup!"
Dan merekapun berpisah, mengadakan perondaan lagi.
Bercerita pemuda itu yang masuk kedalam ruang rapat Han-san Siauw ciok. Begitu masuk dipintu, ia dapat melihat jelas lima orang yang sedang merundingkan sesuatu. Kepala dari lima orang tadi adalah seorang tua yang keren, itulah si Cendekiawan Serba bisa Thung Lip.
"Siapa yang bernama Thung Lip?" Si pemuda menghampiri lima orang itu dan mengajukan pertanyaan.
Thung Lip bangkit dari tempat duduknya,
"Apa yang kau mau?" Ia langsung mengajukan pertanyaan.
Empat kawan Thung Lip turut bangkit, kedatangan si pemuda seperti mengandung permusuhan, mereka harus siap sedia.
Pemuda itu memberi hormat kepada keempat kawan Thung Lip.
"Maafkan kedatanganku yang mengganggu ketenangan rapat kalian!" Ia berkata kepada mereka.
Sungguh diluar dugaan, terpaksa keempat orang itu membalas hormat si pemuda.
Thung Lip mengajukan pertanyaan. "Bagaimana nama saudara?"
"Tan Ciu." Berkata pemuda itu singkat.
"Oo..... Saudara Tan, mari kuperkenalkan mereka,.... yang disana ialah...."
"Kukira tidak perlu." Pemuda yang bernama Tan Ciu itu memotong. "Aku sudah tahu. Urutan dari kanan ialah Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata Satu, Pedang Penebus Langit dan Juta Bisa. Ada yang salah?"
Semua orang terkejut. Bagaimana tidak? Mereka tidak tahu menahu tentang pemuda yang bernama Tan Ciu ini, tetapi asal usul dan nama julukan mereka, tidak satu pun yang tidak diketahui olehnya.
Lebih dari pada itu. rapat mereka didalam Han-san Siauw ciok sangat dirahasiakan. Bagaimana Tan Ciu dapat mengetahui.
"Hebat!" Thung Lip memberikan pujiannya "Pengalaman luas".
"Terima kasih. Siapakah yang tidak kenal kepada empat cianpwe ini? Hanya tidak kusangka ditempat ini, kalian berlima berkumpul menjadi satu. Tentunya menerima undanganmu, bukan?"
"Betul!".
"Mengapa?"
"Kedatanganmu untuk mengajukan pertanyaan yang seperti ini?" Bertanya Thung Lip. Tan Ciu tertawa.
"Tentu saja bukan." Ia berkata tenang. "Pertanyaanku diajukan karena iseng. Tetapi jangan kau kira aku tidak tahu. Semua tidak dapat mengelabui mataku."
Wajah Thung Lip berubah.
"Kau tahu?" Ia bertanya heran.
"Mengapa tidak?"
"Apa mata acara yang yang sedang kami perbincangban?"
"Pohon penggantungan."
"Aaaaaa....."
Hampir semua orang yang berada didalam ruangan itu mengeluarkan suara tertahan. Mereka kaget, kagum, bingung dan curiga.
Bagaimana Tan Ciu tahu bahwa mereka sedang memperbincangkan soal Pohon Penggantungan?
Siapakah pemuda ini?
Untuk mendapatkan jawaban yang tepat, Mari kita melanjutkan cerita dibagian berikutnya.
00X00
SUASANA didalam ruang rapat itu menjadi panas.
Tan Ciu adalah bibit granat keramaian.
Mata semua orang tertuju pada diri pemuda ini.
Thung Lip menduga kepada si pencipta drama pohon penggantungan. Hanya umur pemuda itu masih terlalu muda, mungkin hanya berupa mata mata saja.
Si Pengemis Sakti Bermata Satu mengerlip ngerlipkan sinar tunggalnya, ia bertanya.
"Kau mempunyai dugaan yang pintar."
"Tidak salah bukan?" Tan Ciu tertawa.
"Mengapa kau segera memastikan kepada hal ini?" Thong Lip mengajukan pertanyaan.
"Tiga hari lagi adalah hari Tong ciu. Siapa pun dapat menduga dengan mudah."
"Setelah hari Tong-ciu, bagaimana?"
"Diatas pohon penggantungan segera bertambah mayat seorang gadis cantik berkepandaian ilmu silat."
Wajah Thung Lip berubah segera. "Bagaimana kau tahu?" Ia mendesak.
"Mungkinkah dapat dihindari?" Tan Ciu tidak mau kalah. Jawabannya dingin, tetapi beralasan kuat.
"Kau tahu, bahwa kejadian ini tidak dapat dihindari?" Thung Lip masih mengajukan pertanyaan.
"Mungkinkah kau tahu, bahwa kejadian ini dapat dihindarkan?" Tan Ciu tidak memberikan jawaban langsung.
Si Buddha Alim yang menempatkan dirinya dipaling pinggir turut bicara
"Kau tahu, apa yang kita sedang rundingkan di tempat ini ?"
"Mencari jalan untuk mengatasi drama pohon Penggantungan!"
"Betul, bagaimana pandanganmu tentang usaha kami ?"
"Usaha kalian segera mengalami kegagalan!". Tan Ciu menjawab.
Wajah semua orang berubah. Kata-kata Tan Ciu memberi suatu peringatan bahwa korban pohon Penggantungan tidak mungkin dicegah.
Si Pedang Penembus Langit maju, ia menduga pasti bahwa pemuda ini mempunyai hubungan rapat dengan pencipta drama Pohon Penggantungan.
Si Juta Bisa maju, menahan gerakan kawannya. Ia bertanya perlahan.
"Bolehkan kau memberi tahu, gadis mana yang dicalonkan menjadi korban tahun ini?"
Tan Ciu tertawa.
"Kalian tentu menyangka bahwa aku mempunyai hubungan dengan Pohon Penggantungan, bukan?"
Pemuda ini memang aneh sekali,
"Kau tidak mempunyai hubungan dengan drama Pohon Penggantungan?" Bertanya si Juta Bisa.
"Tidak."
"Apa maksud kunjunganmu kemari?" Bertanya si Pedang Penembus Langit.
Tan Ciu memandang Thung Lip. "Maksudku ingin menemui dirinya."
Ia memandang kearah si Cendekiawan Serba Bisa itu,
"Aku??" Tbang Lip tidak mengarti. "Apa maksudmu?"
"Aku ingin bertemu dengan kakak perempuanku". Berkata Tan Ciu tenang.
"Kakak perempuan? Thung Lip mengkerutkan kening. "Siapa kakak perempuanmu itu?"
"Nama kakak perempuanku Tan Sang".
Semua orang yang berada ditempat itu saling pandang. Nama Tan Sang itu terlalu asing sekali. Sampaipun si Pengemis Bermata Satu yang berpengalaman luaspun tidak tahu, siapa gadis yang bernama Tan Sang itu.
"Aku tidak kenal dengan seorang gadis yang bernama Tan Sang". Berkata Thung Lip kemudian.
"Aku tahu bahwa kau tidak kenal kepadanya?" Berkata Tan Ciu. "Pada sepuluh hari yang lalu, kakak perempuanku itu menuju kemari untuk menemuimu."
"Satu bulan yang lalu, aku pergi keluar, meninggalkan Han-san Siauw Ciok. Dan baru kembali pada kemarin dulu. Maka aku tidak berhasil menjumpainya".
Tan Ciu mempentang kedua biji matanya besar besar. Jawaban Thung Lip sungguh berada diluar dugaan. Lama sesali, ia mempertahankan posisi seperti itu.
"Saudara kecil." Berkata si Pedang Penembus Langit, "kukira kau telah salah alamat!"
Tan Cui menggoyang goyangkan kepala. Dari dalam saku bajunya, ia mengeluarkan sepucuk surat, dilemparkannya surat itu kepada orang.
"Bacalah " Ia berkata.
Si Pedang Penembus Langit menyambut surat itu dan di serahkan kepada Thung Lip. Maka Thung Lip mulai membaca. Demikianlah isi bunyi surat itu.
"Adik Tan Ciu.
Kakakmu menyelidiki keadaan musuh. Bila berhasil mengetahui mereka, aku menunggumu di Han-san Siauw ciok.
Dari Kakakmu, Tan Sang."
"Mungkinkah ada dua Han-san Siauw-ciok?" Tan Ciu menyapu wajah semua orang, sinar matanya sungguh tajam.
Thung Lip berhasil dibungkamkan.
"Kau tidak mengaku?" Bertanya lagi Tan Ciu.
"Sudah kujelaskan, bahwa aku baru kembali di Han-san Siauw ciok kemarin hari. Mengapa kau tidak bisa diberi mengerti?" Berkata si Cendekiawan Serba Bisa Thung-Lip.
"Siapa yang percaya kepada keteranganmu?"
"Lalu apa yang kau mau?" Si Cendekiawan Serba Bisa telah dibuat marah.
Si pedang Penerobos Langit maju berkata
"Aku adalah saksi yang mengetahui kebenaran dari keterangan Thung tayhiap tadi."
Tan Ciu berpaling. Dan ia mengajukan pertanyaan "Apa alasanmu?"
"Aku melakukan perjalanan bersama sama dengannya." berkata si Pedang Penembus Langit "Sepuluh hari yang lalu, kami masih berada dikota Lok-yang."
Dengan adanya keterangan si Pedang Penembus Langit yang membenarkan dan memperkuat keterangan Thung Lip mau tidak mau Tan Ciu harus percaya.
MaKa ia mengalihkan pandangan matanya dari Thung Lip berpindah kearah si Pedang Penembus Langit Gie Kie.
"Pek tayhiap" panggilnya, "kau memberi keterangan dan kesaksian ini dengan hati yang jujur?"
"Eh, kau tidak percaya kepada keteranganku?!" Si Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie menjadi marah.
"Beberapa gelintir manusiakah yang dapat dipercaya?"
"Tetapi aku memberi keterangan dengan hati jujur!" Berkata Pek Gie Kie. "Tentang percaya atau tidaknya, terserah kepadamu!"
"Pek tayhiap, aku meminta sumpah keteranganmu!"
"Baik!" Si Pedang Penembus Langit Pek Cie Kie segera mengadakan sumpah. "Bila aku Pek Gie Kie memberi keterangan palsu aku mati dicincang orang!"
"Terima kasih, atas kesaksianmu." Berkata Tan Ciu. "Hm... Hm... Hai... Bila terbukti ada permainan terjadi, aku Tan Ciu tidak dapat memberi ampun lagi!"
Kemudian, ia membalikan badan dan pergi meninggalkan ruang rapat itu.
"Selamat tinggal!" berkata si pemuda yang segera melesatkan diri.
"Tunggu dulu." Terdengar teriakan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip. Tan Ciu balik kembali.
"Kau ingin mencegah kepergianku?" Ia menatap wajah Thung Lip tajam tajam.
"Bukan!" Thung Lip menggoyangkan kepala. "Aku ingin mengajukan satu pertanyaan!"
"Katakanlah."
"Kakak perempuanmu mengatakan ingin mengikuti jejak musuh, musuh kakak perempuanmu tentunya musuhmu juga, musuh keluarga kalian, bukan?"
"Betul!"
"Siapakah musuh keluargamu itu?"
"Mungkin orang yang kini berada dihadapanku."
"Aku?!" Thung Lip menjadi terheran heran.
"Kukatakan mungkin, karena aku belum mendapatkan bukti bukti yang nyata".
"Ha...Ha.... Kau memang sombong sekali".
"Sombong? Mungkinkah aku harus merendah merengek rengek kepada kalian?"
"Aku tidak ingin menarik panjang urusan. Kini aku ingin tahu. siapakah kedua orang tuamu!"
"Aku tidak tahu,"
"Ayahmu?"
"tidak tahu."
"Ibumu?"
"Juga tidak tahu." Berkata Tan Ciu tidak sabar. "Sudah kukatakan bahwa aku tidak mengetahui siapa yang menjadi kedua ayah bundaku, bukan? Mengapa kau bertanya pelit sekali?"
Sekali lagi tubuh Tau Ciu melesat, tetapi kepergiannya digagalkan oleh si Pengemis Sakti Bermata Satu yang menghadang dijalan,
"Eh, apa artinya ini?", Tan Ciu membawakan posisi siap tempur. Sebelum si Pengemis Sakti Bermata Satu memberi jawaban, si Juta Bisa telah menarik tangan bahu sang kawan, dan memberi bisikan perlahan.
"Biarlah ia pergi."
Si Pengemis Sakti Bermata Satu memberi jalan.
Tan Ciu lenyap dari pandangan mata mereka.
Kedatangannya mendadak, kepergiannya pun cepat. Segala gerak geriknya pemuda itu membawa kemisteriusan bagi mereka,
"Ia terlalu kurang ajar." terdengar si Pengemis Sakti Bermata Satu ngedumel.
"Ilmu kepandaianya tinggi. Ada lebih baik kita banyak mengalah!" Berkata si Buddha Alim yang tidak banyak bicara.
"Tidak kusangka." Thung Lip menggeleng gelengkan kepala.
"Kukira ia mempunyai asal usul yang luar biasa." Berkata si Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie.
Si Juta Bisa menyambut komentar para kawan itu dengan suara dingin.
"Ia segera kembali lagi."
Semua orang terbelalak.
"Kau menyebarkan sesuatu pada dirinya?" Pek Gie Kie bertanya.
"Tentang kakak perempuan yang dikatakan olehnya?"
"Percayakah keterangan ini?"
"Mungkin hanya satu tipu muslihat." Thung Lip mengajukan dugaannya.
"Untuk menyelidiki hasil rapat kita." Berkata si Juta Bisa.
"Maksudmu ia mempunyai hubungan rapat dengan pencipta drama Pohon Penggantungan?"
"kemungkinan ini besar sekali!"
Taksiran taksiran mereka memang banyak, Segala kecurigaan itu memang masuk diakal. Hanya sulit untuk menyatukan kecurigaan dan kebenaran.
"Akh. kedatangannya mengganggu musyawarah kita." berkata si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip. "Sampai dimanakah perundingan kita tadi?"
"Betul. Kita harus berdaya upaya agar tak sampai terjadi korban Pohon Penggantungan."
"Jumlah tenaga kita ada tujuh orang. Ku kira cukup untuk menghadapi Pencipta Drama Pohon Penggantungan ."
"Betul kita bersama-sama menunggu di Pohon Penggantungan ."
"Kemudian?"
"Pe gwee Cap-go hari itu, kita mengurung Pohon Penggantungan, mungkinkah masih ada orang yang menggantung gadis?"
"Betul!"
"Ha, ha....!!"
Mereka telah mendapat kesepakatan untuk menghadapi si Pencipta Drama Pohon Penggantungan!
Dan mari kita menyusul sipemuda sombong Tan Ciu.
Keluar dari rumah Thung Lip,ia harus melewati rumpun bambu. Disini Lie Kee Ceng dan Thiat Kiam Khek tak mengganggunya. Tanpa banyak kesulitan, Tan Ciu melewati sungai yang mengelilingi Han san Siauw ciok,
Didalam dunia yang lebar, kemana ia harus mencari kakak perempuannya?
Tan Ciu melakukan perjalanan tanpa tujuan
Mendadak......
Perut Tan Ciu dirasakan menjadi sakit, terpaksa ia menghentikan perjalanan dan mengatur jalan pernapasannya.
Latihannya memang hebat, rasa sakit itu dapat ditekan olehnya.
Tan Ciu belum pernah merasakan keganjilan yang seperti ini, tentu saja ia tidak tahu, apa yang menyebabkan sakit perut mendadak itu. Setelah melenyapkan rasa sakitnya ia melakukan perjalanan lagi.
seperti tadi, dikala ia mengerahkan tenaga melakukan perjalanan. Perihnya seperti terpilin pilin. Lebih hebat dan lebih sakit dari rasa pertama.
Tan Ciu mendekap perutnya kencang, rasa sakit ini sungguh luar biasa sekali. ia terhenti dan mulai mengeluarkan sedikit rintihan!
Otak si pemuda yang pintar segera menduga permainan jahatnya si Juta Bisa, tentunya tokoh silat berbisa itulah yang menyebar bibit racun kepada dirinya.
Tiba-tiba...
Dari arah belakang si pemuda terdengar satu suara.
"Eh. Kau mengapa?!"
Tan Ciu terkejut, ia membalikkan badan cepat. Terlihat seorang gadis berbaju putih dengan wajah cantik memandang dirinya. Gadis inilah yang belum lama menegur.
Panca indra Tan Ciu tajam, bila bukan karena racun yang menyerang perut, tentu ia dapat mengetahui kedatangan gadis berbaju putih ini! Ia tidak tahu didatangi orang karena sedang berkutet dengan rasa sakitnya.
Gadis berbaju putih itu tertawa,
"Eh, mengapa kau tidak bicara?" Ia mengajukan pertanyaan.
"Oooo!!!!! Uhhh!!!!! Uahh!!!!!"
"Kau luka?"
"Ng......Tidak.....Hanya perutku yang dirasakan sakit"
"Kena tipu orang!"
"Ku.......Kukira...."
Sifat-sifat Tan Ciu sangat angkuh dan sombong biasanya ia berlaku galak kepada orang dan belum pernah ditanya seperti ini, hanya ialah yang mengajukan pertanyaan kepada orang. Belum pernah di tanya beberapa kali oleh orang pihak luar!
Setelah dirasakan sakit yang menyerang perut berkurang, timbul sifat-sifat kepribadian aslinya, dengan dingin Tan Ciu berkata:
"Siapa kau ?"
"Aku?" Gadis berbaju putih itu menudingkan jari halusnya ke hidung!
"Betul! Siapakah namamu ?"
"Co Yong Yen. Kau tidak kenal"
"Apa maksudmu datang kemari ?"
"Aku ingin menemui suamiku"
"Suamimu? Siapakah nama suamimu itu?'
"Thung Lip"
"Aaaaa... Thung Lip?" Tan Ciu terkejut. Mana mungkin dipercaya, gadis cantik dan muda belia seperti gadis berbaju putih ini menjadi istri Thung Lip yang sudah tua.
Tan Ciu memandang gadis berbaju putih itu, diduga umurnya tidak lebih dari dua puluh tahun. Sedangkan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip telah lebih dari lima puluh. Adakah suami istri yang terpaut sampai tiga puluh tahunan?
Gadis berbaju putih itu tersenyum, manis sekali.
"Kau tidak percaya?" Ia membuka suara, sangat merdu.
"Aku."
"Suamiku sedang merundingkan cara-cara untuk menghadapi Pohon Panggantungan bukan".
"betul!"
"Aku tidak ingin mengganggu mereka, maukah kau tolong memberi tahu kedatanganku padanya. Atau sampaikan pesanku. katakanlah! Setelah selesai ia berapat segera cepat pulang".
"Mengapa kau tidak mau langsung menemuinya?" Tan Ciu mengajukan pertanyaan,
"Sebagai seorang wanita, tidak pantas gabung dengan banyak laki-laki di tempat itu",
"Bila kau tidak menemuiku ditempat ini. bagaimana?".
Gadis yang berbaju putih mengaku bernama Co Yong Yen itu kamekmek tetapi tidak lama ia menunjukkan senyumnya lagi.
"Apa boleh buat aku harus masuk menemuinya". Ia berkata. "Eh! maukah kau menolong memberi tahu padanya?".
"Baik!" Tan Ciu memberi kesanggupan.
"Terima kasih." Bagaikan angin cepatnya bayangan gadis berbaju putih itu terbang lenyap.
Tan Ciu masih merasakan perutnya yang sakit, dari dalam saku bajunya, ia mengeluarkan sebutir obat, ditelannya segera, kemudian duduk bersila mengatur pernapasan.
Berkat obat yang mujarab dan tenaga latihannya yang hebat, Tan Ciu berhasil mengusir keluar bisa racun yang disebarkan kepada dirinya.
Diantara sekian banyak orang yang belum lama ditemui, si Juta Bisa-lah yang paling di curigai, tokoh silat itu mempanyai beraneka macam bisa racun, dan pandai memainkan bisa racun itu.
Hati si pemuda panas, kejadian ini harus dituntut segera. Tubuhnya balik kembali ke-Han san Siauw ciok.
Tiba dipintu depan rumah Thung Lip, si Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek telah menghadang, cepat sekali membentak.
"Hei, mengapa kau kembali lagi?"
"Aku ingin membunuh orang." Jawaban Tan Ciu temberang.
Thiat Kiam Khek kaget. "Membunuh orang?" Ia bergumam. "Siapa yang ingin kau bunuh?"
"Si Juta Bisa."
Diketahui bahwa si Juta Bisa adalah salah seorang kawan persepakatannya, Thiat Kiam Khek menganggap kedatangan pemuda ini mempunyai niatan untuk mengganggu usaha mereka, setidak tidaknya menyabot, ingin mendongkel dan menggagalkan rencana.
"Kau ingin mengacau?" Ia membentak.
Tan Ciu tidak kalah. Suaranya lebih keras.
"Minggir!!"
Thiat Kiam Khek tidak menunggu lawan itu bergerak, ia telah meloloskan pedangnya dan menusuk sehingga beberapa kali.
Maksud tujuan Tan Ciu bukan si Pedang Keras, maka tubuhnya melayang menghindari serangan, langsung masuk kedalam pintu ruang rapat,
Orang pertama yang menyambut kedatangan Tan Ciu adalah si Juta Bisa.
Terlihat selaput hawa pembunuhan yang mengelilingi wajah Tan Ciu, terdengar suara pemuda ini yang mengandung marah
"Juta Bisa, sungguh suatu julukan yang tepat. Kau memang jahat. Hampir aku mati di bawah racunmu itu."
Si Juta Bisa tertawa tawar.
"Aku mengharapkan kekembalianmu." Ia berkata.
"Hem, Kau kira dapat memaksa aku tunduk dengan bisamu tadi .. Salah...Aku masih cukup kuat untuk bertahan dari serangan yang semacam itu."
"Dan apa maksudmu kembali lagi?"
"Membunuh!"
"Kau ingin membunuh aku?"
Thung Lip, si Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata Satu, Pedang Penembus Langit dan Jago dari daerah Tui san Lie-Kee Ceng turut maju, mereka siap membela kawannya.
"Mengapa tidak?" Jawaban Tan Ciu memang sudah berada didalam dugaan semua orang.
"Tahukah kau Apa mAsud kami memaksa kau kembali?"
"Apa?"
"Kau sebagai anak keluarga Tan yang berkepandaian tinggi, mungkinkah salah satu keturunan atau famili Tan Kiam Lam?"
"Aku tidak kenal siapa itu Tan Kiam Lam. Jangankan menggunakannya sebagai alasan. Kukira kau ingin menjajal kesaktian racun jahatmu? Atau memaksa aku mempertontonkan kepandaianku?"
"Aku memang ada niatan menjajal tenaga dalammu, tidak kusangka kau dapat mempunahkan racun itu".
"Hmm...." Tan Ciu tertawa dingin. "Boleh kau ulang kembali bisa racunmu. Aku memberi banyak kesempatan kepadamu."
Seolah olah Tan Ciu memaksa si Juta Bisa meracuninya. Bila tidak, ia akan membinasakan akhli racun itu.
Si Juta Bisa tertawa dingin.
"Baik!"
Membarengi kata katanya, Tan Ciu telah mendekati lawan itu. Wajahnya dingin dan angkuh sekali. Disini terlihat sifat sifatnya yang tidak mudah didekati orang.
Si Juta Bisa menungu serangan pemuda itu dengan penuh kesiap siagaan.
Semua orang menunggu datangnya angin topan, serangan si pemuda tentunya hebat. Bila si Juta Bisa tidak sanggup menahan mereka wajib membela kawan tersebut.
Tan Ciu masih belum bergerak. Ia mendelikkan mata membentak:
"Juta Bisa, mengapa kau tidak mulai?"
Si Juta Bisa tidak dapat menahan kesabarannya lagi, ia menggeram keras, tangannya direntangkan, dan memukul kearah pemuda itu. Diketahui bahwa pemuda ini berkepandaian tinggi . Maka si Juta Bisa telah mengerahkan semua tenaganya.
Hanya menggunakan sebelah tangan, Tan Ciu mengusir pergi serangan si Juta Bisa tadi Bahkan lebih dari itu, tubuh akhli silat pandai main racun itu terpental mundur dari kedudukan semula.
Kini giliran Tan Ciu yang menyerang, kakinya dikasih maju dua langkah, tangan mautnya bekerja dan.. Brukkk.... tubuh si Juta Bisa terpukul mundur semakin jauh, dari sela-sela bibirnya mengalir keluar darah.
Sampai disini, si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip tidak berpeluk tangan terus menerus ia maju menghadang kemajuan si pemuda kosen.
"Thung tayhiap, kau juga ingin main main denganku?" Bertanya Tan Ciu kepada jago tua itu.
"Kau salah paham. Dapatkan menerima saranku, agar kau mengampuni jiwanya?"
"Dia tidak ada niatan untuk membunuhmu, kesalahan ini belum cukup untuk menerima kematian, bukan?" Thung Lip main lidah.
Masih Tan Ciu belum membuka suara.
"kuharap saja kau dapat memberi sedikit muka kepadaku", berkata lagi Thung Lip "sebagai tuan rumah Han san Siauw ciok, tentu aku mengharapkan keterangan".
"Baiklah," Akhirnya Tan Ciu menyerah.
Thung Lip, si Juta Bisa, Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata Satu. Jago Tanpa Tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng, Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie dan Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek mengeluarkan keluhan nafas lega.
Tan Ciu telah menyelesaikan persengketaan dan ganjelan hatinya kepada si Juta Bisa ia membalikkan badan dan berjalan pergi.
Tidak seorangpun yang menghadang kepergian pemuda berkepandaian itu.
Sampai didepan, tiba tiba Tan Ciu berjalan balik. Langsung menghadapi Thung Lip dan berkata.
"Hampir aku lupa memberi tahu kepadamu".
"Tentang perkara apa?" Thung Lip bertanya dengan heran.
"Diluar Han san Siauw-ciok, aku bertemu dengan istrimu"
"Hei?" Thung Lip terlompat.
Hampir semua orang turut mengeluarkan seruan tertahan.
Thung Lip membuka mulutnya dengan gugup.
"Kau...Kau..!!! Kau mengatakan istriku!!!"
Tan Ciu menganggukkan kepalanya.
"Kau tidak menggoda?" Thung Lip masih tidak percaya.
Giliran Tan Ciu yang dibuat heran. Dengan alasan apa orang tua ini tidak percaya kepada kedatangan istrinya?
Terdengar suara si Pengemis Sakti Bermata Satu yang keras.
"Bocah, pandai sekali kau mempermainkan kita."
"Tugasku hanya menyampaikan pesannya saja" Suara Tan Ciu acuh tak acuh.
"Tidak mungkin." Berkata Thung Lip pasti.
"Apa yang tak mungkin?" Bertanya Tan Ciu.
"Keteranganmu tidak masuk diakal." berkata Thung Lip.
"Hei.." Pedang Penembus Langit turut berteriak. "Siapakah yang tak tahu bahwa si Cendekiawan serba bisa Thung Lip tidak beristri?"
Wajah Tan Ciu berubah pucat. Apa yang telah terjadi? Sungguh membingungkannya.
Gadis berbaju putih itu mengatakan sebagai istri Thung Lip. mengapa semua orang di tempat ini tidak mau mengaku?
Banyak orang tidak mungkin berbohong. Kecuali keterangan gadis berbaju putih itu yang menyimpang dari rel kebenaran.
Mungkinkah hal ini bisa terjadi? Mungkinkah seorang gadis mau sembarangan menyebut orang lain sebagai suaminya. Apalagi mengingat orang tua sudah tua bangka.
Melihat wajah sipemuda yang seperti dirundung kebingungan, Thung Lip maju kemudian bertanya.
"Baiklah kau menjumpainya?"
"Belum lama."
"Berapakah umur wanita ini?"
"Kukira tidak lebih dari dua puluh tahun?"
"Ooooo... Hal ini betul betul heran. Aku sungguh belum pernah beristri. Dari mana datangnya wanita ini? Apalagi orang itu masih terlalu muda kukira masih gadis, semakin tidak mungkin..."
"Aku tidak mengarang cerita. Betul-betul aku menjumpainya. Dikatakan olehnya bahwa dia adalah istrimu, sebelum itu iapun menyebut namanya."
"Siapa nama yang digemakan olehnya?"
"Co Yong Yen."
"Aaaa...Co Yong Yen..." Tubuh Thung Lip menggigil segera, seolah olah diserang malaria. Wajahnya menjadi pucat, hampir tidak terlihat tanda darah.
Perubahan Thung Lip tidak lepas dari semua orang. Mereka menjadi heran, tidak mengerti. Dugaannya segera jatuh pada istri piaraan si jago tua,
Terdengar suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip yang bergumam.
"Co Yong Yen?... Tidak mungkin .. Tidak mungkin Dia... Dia sudah..."
Tiba tiba tubuhnya melesat keluar, mengagetkan semua orang ditempat itu. Tidak seorangpun yang mengerti, mengapa terjadi perobahan seperti ini. Berturut turut mereka keluar dari Hin san Siauw Ciok.
Thung Lip lari keluar dan mengelilingi Hau san Siauw ciok, tidak seorangpun yang dijumpai olehnya. Maka ia balik kembali menemui semua orang. Ditariknya tangan Tan Ciu keras-keras dan mengajukan pertanyaan.
"Apa yang dikatakan olehnya?" Suara ini agak gemetar.
"Setelah selesai kau berapat, segeralah cepat pulang".
"Aaaaaaaaaa......"
Alam pikiran Thung Lip mengalami getaran, tubuhnya bergoyang goyang hampir jatuh.
Si Pengemis Sakti Bermata Satu cepat memayang tubuh kawan itu.
"Saudara Thung. kau mengapa?" Ia memberi peringatan.
Terdengar suara Thung Lip yang mengoceh. "Dia....Oo, dia masih hidup...Tidak mungkin.... Tidak mungkin hal ini dapat terjadi....Dia sudah mati ... Ia mati pada dua puluh tahun yang lalu.... Akulah yang menguburkannya, Aku menguburkannya sendiri. ya ... Telah kusaksikan ia berkalang tanah.... Mana-mungkin bangkit kembali?..Ach .."
"Co Yong Yen itu istrimu-" Pengemis Sakti Bermata Satu mengajukan pertanyaan.
"Seharusnya memang," Berkata Thung Lip. "Kuingat jelas, pada dua puluh tahun yang telah silam, dikala para jago mengadakan percakapan untuk menumpas Gadis siluman dari Kutub Utara, dikala aku mengadakan rapat digunung Oey san. sebelum aku menghadiri rapat itu, ia pernah mengucapkan kata kata ini, 'Setelah selesai kau mengadakan rapat segeralah cepat pulang'".
Balunya mengerinding bangun, apa yang diucapkan oleh seorang yang sudah mati dua puluh tahun dapat terulang kembali disini. Mungkinkah ada arwah seseorang yang gentayangan?
"Setelah terjadi kejadian itu, bagaimana?" Tan Ciu mengajukan pertanyaan dengan suara dingin.
"Diapun mati"
"Mengapa?"
"Dibunuh orang. Sebilah belati menembus dadanya!"
Suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip seperti sedang didikte orang. Semakin lama semakin lemah.
Memang dunia yang sudah tua. bermacam macam godaan mengganggu ketenangan manusia. Setelah tragedi Pohon Penggantungan. di susul dengan urusan Tan Ciu yang menyatakan kehilangan kakak perempuannya. kini muncul dan bertambah lagi arwah Co Yong Yen yang bangkit dari liang kubur, mengganggu ketenangan mereka.
"Pesan kata katanya telah kusampaikan kepadamu, kini aku meminta diri!" Berkata Tan Ciu yang segera melesat, meninggalkan Han san Siauw ciok!
Pemuda itu datang dan pergi bagaikan awan diudara lepas!
Kesan yang ditinggalkan oleh Tan Ciu kepada semua orang ialah pertanyaan pertanyaan yang tidak mudah dijawab!
Si Juta Bisa yang menderita luka memandang si Buddha Alim, dialah yang paling dekat dengannya!
"Dia sudah pergi?" Ia mengajukan pertanyaan,
"Betul"
"Sudah dapat melihat asal usul ilmu kepandaiannya? Dari aliran manakah pemuda itu?"
Si Budha Alim menggelengkan kepala.
Maksud mereka bergebrak dengan Tan Ciu ialah ingin melihat gerak gerik ilmu silat pemuda itu. setiap aliran mempunyai cara cara yang khas yang tersendiri, harapannya ialah dapat mengetahui atau menduga dari mana pemuda itu datang. Ternyata rencana inipun gagal.
Si Juta Bisa memandang Thung Lip. harapannya ialah mendapat jawaban dari jago tua yang menjadi pemimpin mereka.
Thung Lip berhasil menguasai alam pikirannya yang hampir terganggu. Kini ia memberi jawaban.
"Dugaanku jatuh pada ilmu pukulan Hian hong Ciang dari si Putri Angin Tornado.."
"Pukulan Hian-hong-ciang dari Putri Angin Tornado?"
"Betul. Beberapa jurus pemuda tadi mempunyai ciri ciri yang agak sama"
"Bukankah Putri angin Tornado sudah lama mati?"
"Siapa yaag tahu? Orang telah lama tidak menjumpainya. Karena tindak tanduknya yang banyak melanggar kebajikan, banyak yang mengharapkan kematiannya. Dan tersiarlah cerita burung yang mengatakan Putri Angin Tornado sudah mati. Tentang benar tidaknya berita ini, siapa yang dapat mengetahui dengan pasti?"
"Sudahlah. Acara kita adalah pohon penggantungan."
"Betul mari kita menjaga pohon maut itu!"
"Di sana kita dapat menemukan bukti-bukti, benarkah pemuda tadi mempunyai sangkut paut, atau hubungan dengan algojo Pohon Penggantungan."
Pengemis Sakti Bermata Satu, si Pedang Penembus Langit Pek Giok Kie, Pedang Keras Thiat Kiam khek, si Buddha Alim, si Juta Bisa dan Jago tanpa tandingan untuk daerah Tui San Lie Kee Ceng, dibawah pimpinan Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menuju ke Pohon Penggantungan,
ooXoo
TANGGAL LIMA BELAS. BULAN DELAPAN,
KUWEH Tong ciu piah tersebar disetiap rumah hari ini adalah hari pesta kuweh, setiap orang berkumpul dengan keluarganya sambil memandangi rembulan purnama.
tetapi didalam sebuah hutan yang lebat terpeta tujuh bayangan, disinari bulan terang, wajah wajah mereka masih jelas. Itulah orang orang yang telah bermusyawarah di Han Can Siauw Ciok, Thang Lip sekalian.
Bulan bulat diatas langit, Sinar cahaya kuning menyinari bumi.
Menembus bayangan-bayangan daun dihutan lebat itu sinar rembulan menyinari Pohon Penggantungan yang gundul dan tandus itu.
Terpentanglah suatu bayangan cangkrang pohon, inilah bayangan Pohon Penggantungan yang seram.
Setiap tahun. Pohon Pengantungan meminta korban. Jiwa seorang gadis cantik yang pandai silat pasti direnggut olehnya.
Atas unsur unsur prikemanusiaan, dibawah pimpinan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip, para jago silat hendak mencegah terjadinya drama maut itu,
Mereka telah berada didepan Pohon Penggantungan.
Thung Lip memberi perintah untuk menyebar diri. Maka si Juta Bisa dan Pengemis Sakti Bermata Satu menjaga sudut Utara. Budha Alim Thiat Kiam Khek menjaga daerah Selatan, Pedang Penembus Langit dan jago Tui-san Lie Kee Ceng menjaga timur, sedangkan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menjaga posisi Barat.
Mereka mengurung pohon penggantungan.
Dibawah Pengawasan tujuh akhli silat ternama tentunya Algojo Pohon Penggantungan tidak mungkin bergerak.
Malam berlarut
Tiba-tiba berdesir saluran angin yang menggoyang-goyangkan daun daun pohon di dalam rimba itu, bulu tengkuk setiap orang berdiri, Tujuh pasang mata menuju kesana kemari, tidak sesuatupun yang dilihat.
dibawah pengawasan tujuh tokoh silat kenamaan, mungkinkah Algojo itu dapat membunuh semua orang untuk diatas pohon maut itu?
Hanya satu kemungkinan, bila Algojo itu dapat membunuh semua orang yang sudah nongkrong disana,
Kentongan malam telah dipukul dua kali, Thung Lip dan kawan kawannya sudah tidak sabar. Tidik seorangpun yang terlihat mendatangi tempat itu.
Kini kentongan malam dipukul tiga kali.
Suasana didalam rimba gelap itu telah dikurung oleh selaput kabut putih.
Dikala kentongan telah dipukul sehingga empat kali. Halimun putih itu semakin tebal hawa semakin dingin. Pandangan mata mereka mulai terhalang, kini tidak dapat melihat jelas pemandangan yang berada pidepan mereka.
Pohon penggantungan tidak bergeming dari tempatnya. Angin dan kabut tidak dapat mengganggu ketenangannya. Ia mati, bahkan daun-daunnya pun sudah tidak ada.
Burung hantu yang terbang lewat diatas kepala mereka semakin menambah keseraman malam itu.
Sinar kunang kunang berkelap kelip seperti mata hantu.
Waktu yang ditunggu tunggu seorang gadis cantik digantung diatas Pohon Penggantungan tidak kunjung datang.
Tiba-tiba... Satu suara aneh memecah kesunyian, tujuh tokoh silat yang telah lama menunggu itu tergerak, itulah suara seperti ada seseorang yang melangkah datang, serta tapak kaki yang bergerak diatas tanah. Semua orang memasang mata lebar lebar.
Sayang Halimun pagi terlalu tebal, kabut ini menghalang pandangan mata mereka. Tidak terlihat jelas ada orang yang bergerak.
Suara tapak kaki berjalan itu semakin dekat arah tujuannya, ialah dimana ketujuh orang itu berada.
Ketegangan memuncak.
Suara tapak kaki berjalan itu tiba tiba berhenti ditempat yang tidak jauh dari ketujuh tokoh silat itu berada.
Suasana menjadi sunyi lagi.
satu bayangan, berdiri ditempat dua puluh tombak dari jarak tempat itu.
Thung Lip, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek, Pek Gie Kia, Juta Bisa, Buddha Alim dan Pengemis Sakti Bermata Satu bertujuh dapat melihat bayangan itu. Sayang kabut halimun belum pudar, tidak terlihat jelas wajah orang itu, juga tidak diketahui jenisnya, mungkin pria dan mungkin juga wanita.
Bayangan itu kaku tidak bergerak.
Hantu Setan?
Tidak mungkin. Bagaimana itu adalah bayangan manusia. Bila saja tidak diganggu oleh suasana alam yang penuh kabut itu, tentu mereka dapat melihat jelas wajahnya.
Pengemis Sakti Bermata Satu tidak dapat menahan sabar, ia mulai bangkit berdiri, Si Juta Bisa cepat menekan kawan tersebut, Ia tidak ingin menggagalkan rencananya.
"Tunggulah sebentar lagi." Berkata si Juta Bisa perlahan.
Bayangan ini seperti mendapat firasat buruk, bahwa dirinya sedang diancam oleh tujuh tokoh silat berkepandaian tinggi. Ia tetap tidak bergerak ditempat yang hanya berjarak dua puluh tombak.
Tiba-tiba.... Bayangan itu bergerak. Terapi arah tujuannya bukan pohon Penggantungan, Ia berjalan pergi. Meninggalkan Thung Lip cs,
Hal ini membingungkan ketujuh tokoh silat itu, semakin lama bayangan itu semakin jauh dan akhirnya lenyap lagi.
Masih belum terlihat jelas oleh mereka, bagaimana jenisnya orang itu.
Thung Lip, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek si Juta Bisa, Buddha Alim, Pedang Penembus Langit dan si Pengemis sakti Bermata Satu memperhatikan Pohon Penggantungan, Diatas ini belum terlihat gadis cantik yang mati di gantung.
Mungkinkah bayangan orang tadi yang menjadi algojo Pohon Penggantungan?
Tidak seorangpun yang dapat memberikan jawaban pasti.
Mereka harus menunggu lagi. Menunggu terjadinya drama penggantungan yang kejam.
Tiba tiba......
Untuk kedua kalinya, terlihat lagi sesuatu bayangan yang bergerak datang. Kali ini gerakan kaki tapak semakin keras dan semakin cepat, didalam sekejap mata, terlihat orang itu telah berada dihadapan mereka.
Halimun pagi masih mengeruhi jagat. Kabut putih inilah yang mengganggu pandangan mata sehingga tidak dapat melihat jelas, siapa orang itu.
Orang itu telah masuk kedalam kurungan tujuh orang....... sreeeeekkkk .... Serentak dan didalam sekejap mata. Thung Lip dan enam kawan-kawannya bangkit dari tempat persembunyian mereka.
Jarak mereka dekat sekali, kini jelas terlihat siapa yang berada didepan mata mereka. Itu seorang kakek tua berpakaian kotor, compang camping, rambut, jenggot dan kumisnya tidak teratur.
Si sakek aneh memandang tujuh orang itu, dilihat Pohon Penggantungan tidak jauh darinya. Ia tertawa.
"Ha ha..ha......" Suaranya memecah kesunyian malam. "Apa,maksud kalian mengurung pohon gundul ini?"
Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip membuka suara.
"Apa maksudmu berkunjung kemari?"
"Ha, ha, na...." Kakek aneh itu tertawa.
"Bagaimana dengan Sebutanmu?" Sipengemis Sakti Bermata Satu membentak kakek aneh itu.
"Aku?" Kakek berpakaian compang camping itu menunjuk hidung sendiri. "Aku adalah orang yang hampir sama denganmu"
"Namun?"
"Akh, lebih baik jangan dikatakan,"
Tujuh pendekar silat mengurung kakek aneh ini semakin rapat,
"Eth..Ekh..... hawa begini dingin apa guna kalian mengurung pohon gundul?"
kakek berambut kusut ini mempunyai banyak keanehan.
Tidak seorangpun yang memberi jawaban, Apa guna mengajukan pertanyaan yang seperti ini? Bukankah dia lebih tahu dari mereka? Kakek aneh itu tertawa berkakakan.
"Janganlah kalian menunggu orang yang akan mati. Pergilah kalian." Berkata lagi kakek aneh itu.
Kini Thung Lip membuka suara.
"Kau sudah tahu bahwa diatas Pohon Penggantungan bakal ada orang yang mati?"
"Ha, ha.ha..." Kakek aneh itu lucu sekali.
"Cerita Pohon Penggantungan telah tersebar luas, siapa yang tahu?"
"Apa maksud kunjunganmu?" Bentak si Juta Bisa.
"Maksud kunjunganku bukan diatas Pohon Penggantungan......"
"Diatas tempat apa?"
"Aku sedang mencari seseorang."
"Orang yang bagaimana?"
"Seorang anak muda yang sombong."
"Anak muda sombong?" Thung Lip tidak mengerti Pemuda sombong seperti apa yang kakek aneh itu cari.
"Tidakkah kalian melihatnya?" bertanya lagi kakek aneh itu. "Dia menggembol pedang dipunggungnya. Sifatnya angkuh dan sombong. Bicaranya kurang ajar, tidak ada aturan. Wajahnya dingin dan...."
"Aaa.... Tan Ciu?" Hampir semua orang menyebut pemuda yang pernah mengganggu rapat mereka.
Mungkinkah Tan Ciu bakal berkunjung kemari? Mungkinkah pemuda itu yang menjadi algojo pohon penggantungan?
Lalu bagaimana hubungannya dengan kakek aneh ini? Pembantu algojo Pohon Penggantungan? Atau orang yang main dibelakang layar?
Mereka tidak berani memikir terlalu banyak Seram dan bergidik .....
"Hei, pernahkan kalian berjumpa dengannya?" Kakek aneh mengulang pertanyaannya.
Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menatap wajah kakek itu.
"Mungkinkah ia akan datang kemari?" ia balik mengajukan pertanyaan.
"Aku seperti melihat bayangannya menuju ketempat ini."
"Siapakah dia?"
"Mana kutahu? Hei, kau belum menjawab pertanyaanku, pernahkah menjumpai dirinya?"
"kami tak melihat dia berkunjung kemari,"
"Heran.... Heran..." Orang tua menggeleng gelengkan kepala. "Mungkinkah kau salah mata?"
Kemudian ia memandang ketujuh orang itu, satu persatu ditatapnya tajam tajam.
"Kalian adalah rombongan manusia goblok." Ia memaki.
"Alasanmu?" Pengemis Sakti Bermata Satu maju setapak.
"Apa yang bakal terjadi tidak mungkin di cegah. Malam ini seorang gadis cantik akan tergantung diatas pohon botak ini."
Semua orang saling pandang. Mungkinkah kakek aneh ini yang ingin menggantung Orang? Mereka belum mendapatkan bukti nyata, bila perlu, mereka boleh mengeroyoknya.
"Pergilah kalian pulang ke tempat asal masing-masing!." Berkata lagi kakek aneh itu.
Sebelum tujuh pendekar akhli silat itu mengambil suatu putusan. Kakek aneh itu melesat tinggi, gerakannya gesit sekali. Menerjang kurungan semua orang, melesat pergi.
Thung Lip cs membanting kaki. Ilmu kepandaian kakek aneh tadi sungguh hebat sekali. Bila ia yang menjadi algojo Pohon Penggantungan, tentu tidak mudah dihadapi.
Beruntung kakek itu telah pergi.
"Percayakah kepada keterangannya?" Kee Ceng membuka suara.
"Aku tak percaya!" sahut Thiat Kiam Khek.
"Dikatakan drama penggantungan gadis cantik tidak dapat dicegah!"
"Bohong!"
"Kita harus berusaha!"
(Bersambung Jilid 2)
Label: pohon keramat